PAPUA INDAH DAN DAMAI

Menyuarakan kedamaian dan keindahan bumi Papua untuk bangsa ini...

Tanahku Papua

Papua, Indonesia kecilku...

Jayapura City

...ibukota Papua yang memikat di malam hari...

Festival Lembah Baliem

budaya luhur suku Dani, Lani, dan Yali sebagai lambang kesuburan dan kesejahteraan

Cenderawasih

burung khas Papua sebagai 'bird of Paradise'

Tawa Papua

potret dari keceriaan anak-anak di Papua

Raja Ampat

gugusan pulau yang indah dan exotic

Halaman

Jumat, 31 Januari 2014

NICOLAAS JOUWE, KISAH PERTOBATAN PENDIRI OPM KEMBALI KE PANGKUAN IBU PERTIWI










"Belanda pernah mengatakan kepada saya bahwa Hindia Belanda merupakan satu-satunya harapan bagi Belanda sebagai pemasok kebutuhan bahan mentah bagi industrinya." (Nicolaas Jouwe, Pendiri Organisasi Papua Merdeka-OPM)





Buku  karya Nicolaas Jouwe bertajuk: Kembali ke Indonesia: Langkah, Pemikiran dan Keinginan ini berkisah tentang seorang pria berusia 89 tahun, yang dulunya merupakan salah satu pendiri Organisasi Papua Merdeka (OPM), yang telah kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Bukan itu saja. Melalui penuturan Jouwe lewat buku ini, terungkap serangkaian fakta-fakta yang membuktikan adanya konspirasi internasional di balik gagasan menginternasionalisasikan Papua sebagai langkah awal menuju Papua Merdeka, lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 



Buku ini memulai dengan satu pernyataan menarik dari Jouwe, sebagai bentuk rasa bersalah sekaligus pertobatan atas langkah yang diambilnya kala itu. 

"Saya pribadi menilai pelarian saya ke Belanda merupakan pilihan yang patut disesali. Namun kini, saya menyadari bahwa Papua merupakan bagian dari NKRI," begitu tukas Jouwe. 

Nicholaas Jouwe lahir di Jayapura pada 24 November 1923. Melalui penuturannya dalam buku ini, yang sayang sekali diterbitkan dengan teknik penyuntingan (editing) yang sangat kacau dan tidak sistematis, Jouwe mulai menetap di Belanda pada 1961. Pada saat Indonesia di bawah pemerintahan Bung Karno, sedang gencar-gencarnya memperjuangkan kembalinya Papua ke pangkuan Ibu Pertiwi. 

Namun Jouwe yang waktu itu masih muda belia, justru berpihak pada pemerintah kolonial Belanda, dan bersama beberapa temannya mendirikan Gerakan Operasi Papua Merdeka yang kemudian disebut Organisasi Papua Merdeka (OPM). Karena Belanda menjanjikan Jouwe untuk menjadi Presiden Papua jika kelak sudah merdeka. 

Bahkan Jouwe lah yang membuat bendera Bintang Kejora yang pertama kali dikibarkan pada 1 Desember 1961. “Pada saat itu saya adalah salah satu anggota Dewan New Guinea (Nieuw Guinea Raad) yang konon dalam pertemuan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kolonial Belanda dan saya terpilih secara demokratis di seluruh wilayah Papua,” begitu menurut penuturan Jouwe. 

Menurut Jouwe yang notabene merupakan pelaku sejarah terbentuknya OPM, peristiwa 1 Desember 1961 itulah yang seringkali dijadikan dasar klaim pemimpin Papua sekarang bahwa negara Papua pernah ada tetapi dirampas oleh konspirasi internasional Indonesia, Amerika Serikat dan juga Negara Kolonial Belanda. 

Tentu saja versi OPM ini merupakan pemutar-balikan fakta dan kenyataan. Padahal melalui kesaksian Jouwe setelah kembali ke Indonesia pada 2009, 2/3 negara anggota dalam Sidang Umum PBB menerima hasil Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) 1969, sehingga suka atau tidak suka, bangsa Papua telah menjadi bagian resmi dari NKRI. 
Dan ini pula yang jadi dasar Jouwe memutuskan kembali pulang ke Indonesia. Karena menurut pandangannya, bahwa upaya pemisahan diri Papua dari NKRI sangat bertentangan dengan sejarah. 

Kisah kembalinya Jouwe ke pangkuan Ibu Pertiwi merupakan cerita tersendiri yang tak kalah menarik. Pada 17 Maret 2009, dengan ditemani oleh dua orang anaknya, Nancy dan Nico, memutuskan memenuhi undangan Presiden SBY, kembali ke Indonesia. 

Pada Januari 2010, Jouwe resmi bermukim di Jayapura.Lantas, gimana ceritanya sampai bisa kembali ke Indonesia dan berpihak kembali ke NKRI? 

Pada 2009 sebuah delegasi di bawah pimpinan Nona Fabiola Ohei tiba di Den Haag dengan membawa surat dari Presiden SBY untuk Jouwe. Fabiola ketika itu datang menemui Jouwe dengan ditemani oleh Ondofolo (Kepala Adat) Frans Albert Yoku, Nicolas Simeon Meset, pilot pertama Putra Papua lulusan ITB, dan Bapak Pendeta Adolf Hanasbey. 

Surat SBY itu pada intinya mengundang Jouwe kembali pulang ke Indonesia. Berdasarkan surat SBY tersebut, Jouwe menemui Fanie Habibie, Dubes RI di Belanda ketika itu. 

Inilah penuturan Jouwe ketika bertemu Fanie Habibie. 

Begitu kami berdua bertemu cepat sekali kami jadi akrab satu sama lainnnya, seperti kami berdua sudah berkenalan lama sekali. Lalu kami berdua bicara soal kepulangan saya. Kami berbicara banyak lalu Pai Tua cerita bahwa Pai Tua banyak bersahabat dengan orang Ambon. Dia diangkat oleh orang-orang Ambon menjadi warga terhormat dari kota Ambon. Ada sehelai surat penghargaan yang dia miliki.
Dia ceritakan itu dan dia mulai menanyakan: “Nic, kalau beta panggil se dengan lagu-lagu Ambon apa se bisa iko beta? 

Lalu saya katakana pada Fanie: “Bapa, beta besar dalam dua kultur, Papua dan Ambon, Maluku. Jadi Bapa bilang saja.” Lalu dia katakana lagi: “Nico, beta punya satu pantun darik Ambon: Laju-Laju perahu laju. Laju sampai ke Surabaya. Biar lupa kain dan baju, tapi jangan lupa par beta.” 

Saya lalu berkata: “Wah bagus.” Saya juga mau balas: Angin Timur Gelombang Barat, kapal Angkasa warna Merpati, Bapa di Timur beta di Barat, apa rasa dalam hati.” 

Pai Tua jawab lagi dengan satu pantun: “Naik-naik ke Batu Gajah, Rasa Haus makan kwini, Beta rasa sengaja saja, Siapa tahu jadi begini.” 

Pak Fanie bertanya: Beta mau tahu, cepat Bapa pulang seng?” Saya jawab dengan pantun lagi: Riang-riang ke Bangkahulu, rama-rama si batang padi, diam-diam sabar dahulu, lama-lama tokh akan jadi.” 

Pak Fanie katakana lagi: Pulang jo.” Dan saya sambung: “Ya, Beta Pulang.” 

Setelah makan malam bersama Fanie Habibie, saya memberi satu pantun terakhir kepada Pak Duta Besar. 

“Ayam putih mari kurantai, kasih makan ampas kalapa, budi Bapa Dubes sudah sampe, Beta mau balas dengan Apa?” 

Pak Fanie jawab lagi: Ya, suda pulang jua.” Saya balas: “Ya, saya pulang.” 

Demikian kisah yang dituturkan Jouwe. Maka tak lama setelah itu, dibuatlah traktat diplomasi ihwal kepulangan Nicolaas Jouwe ke Indonesia oleh Dubes Fanie Habibie.

Kisah Pertemuan Rahasia Jouwe dengan John F Kennedy 

Sisi menarik dari buku ini, adalah pertemuan Jouwe dengan Kennedy pada 1962, yang kita tahu Kennedy bersepakat dengan Bung Karno agar Belanda secepatnya melepas Papua kembali ke tangan Indonesia. 

Menurut pengakuan Jouwe, pertemuan dengan Kennedy inilah yang kelak jadi salah satu pertimbangan mengapa akhirnya memutuskan kembali bergabung dengan NKRI. 

Yang mengesankan Jouwe adalah, Kennedy bertanya apakah Jouwe tahu tentang sejarah Papua dan sudah berapa lama Jouwe tahu Papua masuk dalam orbit koloni Belanda. Dan dengan lugunya Jouwe menjawab, tidak tahu. Karena yang Jouwe tahu melalui sejarah yang dia pelajari di sekolahnya, lebih banyak tentang sejarah Belanda, tentang geografinya Belanda, berapa banyak sungainya dan gunung yang ada di Belanda. Tapi sejarah Papua itu sendiri Jouwe mengaku terus terang kepada Kennedy tidak tahu. 

UTRECHT-BIJEENKOMST-NICOLAAS JOUWE
Nicolaas Jouwe
Di sinilah aspek menarik dari Kisah Jouwe ketika bertemu Presiden Kennedy. Kennedy justru yang memberitahu Jouwe bahwa itulah politik kolonial Belanda. Mengapa sejarah Papua itu sendiri tidak diberitahukan kepada masyarakat Papua? Karena Belanda tahu Papua itu sangat kaya akan emas, perak dan tembaga. 

“Belanda tidak mau orang dari luar masuk ke situ. Belanda ingin menjaga agar orang dari luar tidak masuk ke Papua untuk menguasai Papua,” begitu kata Kennedy kepada Jouwe. 

Bahkan Kennedy juga mengatakan bahwa Pemerintah Belanda mempropagandakan bahwa Pulau Papua penuh dengan berbagai macam penyakit berbahaya seperti malaria dan lain-lain. Belanda bahkan menakut-nakuti bahwa barangsiapa datang ke Papua pasti akan mengalami kematian. Singkat cerita, Belanda lakukan propaganda macam itu agar orang tidak berani berkunjung ke Papua. 

Dari kisah tersebut tersirat memang Kennedy sepenuhnya mendukung integrasi Papua kepada Indonesia. Dan pertemuan Jouwe dengan Kennedy ketika itu, justru dalam rangka membujuk Jouwe agar setuju Papua jadi bagian dari Indonesia. 

Bisa dimengerti jika pertemuan dengan Kennedy tersebut bersifat rahasia, karena Jouwe ketika itu dalam kapasitas sebagai penasehat dan anggota Kerajaan Belanda dalam perundingan Belanda dan Indonesia. Sehingga posisi resmi Jouwe justru berada di pihak kepentingan pemerintah kolonial Belanda. 

Jika kita amati saat ini, tak pelak merupakan ironi sejarah. Kennedy, Presiden Amerika justru berada satu haluan dengan Bung Karno dan pemerintah Indonesia yang dalam periode 1960-1963 justru sedang gencar-gencarnya memperjuangkan kembalinya Papua ke tangan Indonesia. Sedangkan Jouwe yang notabene putra Papua, malah mendukung Belanda, dan setuju bujukan Belanda untuk mewacanakan Papua Merdeka sebagai kontra isu terhadap perjuangan Indonesia merebut Papua atau Irian Barat. 

Dalam buku tangan-tangan Amerika, karya Hendrajit dan kawan-kawan, terungkap bahwa keputusan Kennedy menekan Belanda agar melepas Papua, pada akhirnya memicu kemarahan para pengusaha tambang di Amerika yang dikuasai oleh dinasti Rockefeller, karena lepasnya Belanda dari Papua, telah mengacaukan semua rencana-rencana bisnis jangka panjang pengusaha-pengusaha Tambang Amerika, Inggris dan Belanda yang sudah disiapkan saat itu. 

Sehingga Kennedy dan Bung Karno, praktis sejak saat itu dinyatakan sebagai musuh bersama yang harus disingkirkan. Ketika Kennedy tewas terbunuh di Dallas, Texas, pada 1963, Presiden Lyndon B Johnson yang menggantikan Kennedy, menerapkan kebijakan luar negeri yang lebih bermusuhan terhadap pemerintahan Bung Karno. 

Penggalan kisah pertemuan dan percakapan Nicolaas Jouwe bersama Kennedy, semakin memperkuat berbagai studi sejarah sebelumnya yang menyatakan bahwa Kennedy memang sepenuhnya mendukung lepasnya Papua dari Belanda, dan mengembalikannya kepada Indonesia. 

Terbukti bahwa pertemuan bersama Kennedy tersebut dilangsungkan setelah Perjanjian Belanda dan Indonesia ditandatangani di New York 15 Agustus 1962 mengenai Papua Barat. Sedangkan pertemuan Jouwe dengan Kennedy berlangsung pada 16 September 1962. 

Namun Jouwe sejak 1961, jadi setahun sebelum bertemu Kennedy pada 1962, praktis sudah bermukim di Belanda. Hanya karena dijanjikan jadi presiden Papua, Jouwe malah ikut merintis terbentuknya OPM, seraya tetap menjadi Pejabat Negara Pemerintahan Belanda, dan menjadi perutusan pemerintahan Kerajaan Belanda ke Amerika untuk menghadiri sidang-sidang di Perserikatan Bangsa-Bangsa mewakili Pemerintahan Belanda. 

Jouwe dan Perspektif Baru Memaknai Papua 

Salah satu bentuk pertobatan Jouwe ketika kembali bergabung dengan NKRI adalah sumbangannya dalam membentuk opini baru kepada masyarakat terhadap sejarah Papua masuk dalam orbit penjajahan Belanda. 

Sejarah penjajahan Belanda bermula pada 1928 ketika Ratu Belanda memerintahkan Gubernur Jenderal Marcus dari Hindia Belanda di Batavia untuk melakukan aneksasi Papua Barat yang meliputi wilayah tersebut. 

Pada 1928 ada daerah Jerman di Pasifik yang berbatasan dengan Belanda. Papua kemudian dianeksasi menjadi daerah dari Kerajaan Belanda sekaligus dimasukkan ke dalam daerah koloni Hindia Belanda. Sejak saat itu, Papua dinyatakan sebagai daerah milik Belanda. Sehingga Hindia Belanda memiliki wilayah jajahan dari Sabang sampai Merauke. 
Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, Belanda menolak melepaskan sebagian wilayah Hindia Belanda, dan membagi jadi dua bagian: Sebagian dari Sorong sampai dengan yang sekarang disebut Jayapura, satu bagian lagi dari Sabang sampai Maluku yang diakui Belanda sebagai Indonesia. 

Menurut pandangan Jouwe yang tidak dipahami anak-anak Muda Papua sekarang, Papua sejatinya sudah masuk Indonesia secara resmi melalui New York Agreement pada 15 Agustus 1962 di mana dinyatakan bahwa Belanda harus serahkan West Papua kepada Indonesia. 

Dengan demikian, niat baik Jouwe untuk bertemu masyarakat Papua dan menjelaskan sejarah ini, patut kita beri apresiasi yang setinggi-tingginya. Karena secara gamblang Jouwe mengatakan, hanya melalui cara inilah penderitaan masyarakat Papua akibat hasutan kelompok tertentu dapat segera diakhiri. 

Menarik, karena pastilah yang dimaksud Jouwe kelompok tertentu adalah para elit OPM, yang notabene Jouwe adalah salah satu pendiri dan perintisnya.

Bravo Nicolaas Jouwe.

Penulis : Hendrajit, Direktur Eksekutif Global Future Institute
Sumber: http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=13464&type=4#.UuyGBsQW0YM

mencium tanah saat tiba di Sentani, Papua
Nicolaas bertemu dengan Menko Kesra, Aburizal Bakrie

Rabu, 29 Januari 2014

PENEMBAKAN DI PAPUA KRIMINAL MURNI

Konferensi Pers di Istana Bogor
Bogor – Gubernur Papua dan Gubernur Papua Barat melakukan dialog tentang Papua di Istana Bogor bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Boediono pada Selasa (28/1). Setelah pertemuan di Istana Bogor tersebut Gubernur memberikan keterangan pers di halaman Istana terkait dengan kondisi di tanah Papua akhir-akhir ini.

Gubernur Papua Lukas Enembe, S.I.P, M.H didampingi Gubernur Papua Barat, Abraham O. Ataruri, Menkopolhukam Joko Suyanto dan Mendagri Gamawan Fauzi, saat memberikan keterangan kepada para wartawan yang berada di halaman Istana Bogor, menyatakan bahwa wilayah Papua secara umum aman dan kondusif, namun ada sekelompok orang yang memegang senjata untuk berbuat kriminal, karena mempunyai beberapa tuntutan setelah melakukan penembakan.

Gubernur Papua menganggap bahwa kelompok tersebut merupakan kriminal murni, bukan berjuang untuk meminta kemerdekaan, karena begitu mereka melakukan penembakan, kemudian mereka akan mulai minta tuntutan. Oleh karena itu Gubernur Papua juga meminta kepada Kapolda Papua Irjen Pol Tito Karnavian, PhD untuk melakukan upaya penegakan hukum di Papua.

Gubernur Papua mengungkapkan bahwa tidak semua daerah di Papua itu konflik, karena konflik itu terjadi bukan karena kepentingan untuk meminta merdeka, tetapi lebih terjadi kepada persoalan-persoalan lokal saja, termasuk Pilkada misalnya, kubu satu sudah menang dan kubu lain melakukan penghasutan. Untuk itu Gubernur Papua juga meminta agar pelaksanaan Pemilukada di Papua tidak dilakukan secara langsung tetapi dilakukan melalui DPR, dalam upaya mengurangi potensi konflik yang terjadi di Papua.

Gubernur Papua mengakui bahwa selama kurun waktu 9 bulan bertugas sebagai Gubernur Papua bersama Wakil Gubernur Klemen Tinal saat ini sedang dan akan melaksanakan tugas sebagai perwakilan pemerintah pusat yang ada di daerah, yakni rekonsiliasi.

“Rekonsiliasi sudah saya lakukan di beberapa daerah yang sudah menjadi konflik, karena konflik bersenjata, konflik Pilkada. Kami sudah laksanakan, bertemu dengan saudara-saudara yang berseberangan saya sudah turun bertemu dan saya bersama dengan Kapolda,” imbuhnya.

Sementara itu, Gubernur Papua Barat, Abraham O. Ataruri mengakui bahwa untuk di wilayah Papua Barat, suasananya sangat kondusif. Apa yang dikatakan Gubernur Papua itu betul sekali dan masyarakat Papua sangat komunal dan saya juga sependapat bahwa konflik atau masalah yang timbul adalah masalah-masalah antara keluarga dan lainnya. Apabila ada yang mengatakan bahwa Papua itu akan merdeka, itu tidak ada, karena Papua adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sehingga tidak ada kemerdekaan lagi. Kami merdeka sekali untuk selamanya,” kata Gubernur Papua Barat.

Sementara itu, Menkopolhukam Joko Suyanto menambahkan bahwa pemerintah pusat, para gubernur, bupati dan wali kota untuk bersama-sama untuk mendekati mereka-mereka yang sekarang ini masih berada di hutan, mengangkat senjata dan melakukan tindakan-tindakan kriminal. “Jadi dengan cara-cara persuasif, harus sabar dan dikelola baik untuk keluar dari tindak-tindak kekerasan itu sangat penting. Itu yang menjadikan komitmen dari pemerintah, “jelasnya. Selain itu tegas Joko Suyanto, kerjasama-kerjasama atau upaya internasional juga telah dilakukan untuk meredam gerakan Papua Merdeka. (red)

ANGGOTA OPM PENYERANG POS POLISI KULIRIK DITANGKAP

Yemiter Telenggen saat ditangkap
JAYAPURA – Salah seorang pelaku penyerangan pos polisi sub sektor Kulirik, Distrik Mulia, Kabupaten Puncak Jaya (4/1/2014) yang mengakibatkan 8 senjata yang terdiri atas 1 Mouser, 2 AK-47, serta 5 pucuk SS1 hilang, akhirnya tertangkap. Yemiter Telenggen (19) yang diketahui sebagai anggota TPN/OPM di bawah pimpinan Leka Talenggen ditangkap tim khusus Polda Papua pada Minggu pagi (27/1/2014) sekitar pukul 08.00 WIT, saat ia sedang turun ke Kota Baru, Distrik Mulia, Kabupaten Puncak Jaya. Selanjutnya, langsung diamankan ke Mapolres Puncak Jaya, yang kemudian dibawa ke Mapolda Papua di Jayapura.

Juru bicara Polda Papua, Kombes (Pol) Sulistyo Pudjo Hartono saat dikonfirmasi wartawan mengungkapkan, tertangkapnya Yemiter Telenggen berdasarkan hasil pengembangan yang dilakukan petugas kepolisian saat melakukan olah kejadian perkara di lokasi penyerangan, dengan dikuatkan keterangan saksi-saksi yang mengenali beberapa pelaku.

“Dari hasil keterangan saksi-saksi, anggota kita mengenali persis beberapa pelaku penyerangan Pos Kulirik dan satu di antaranya adalah Yemiter Telenggen dengan beberapa rekannya sekitar 18 orang mengepung Pos Subsektor Kulirik, yang kemudian mengambil senjata lalu kabur dan saat itu anggota sempat mengenali mereka,” jelasnya, Senin (27/1/2014) di ruang kerjanya.

Saat ini penyidik Polda Papua masih terus memeriksa pelaku tersebut terkait keterlibatannya dalam penyerangan Pos Subsektor Kulirik.

“Yemiter yang termasuk pelaku penyerangan terhadap Pos Subsektor Kurilik ini, masih berusia 19 tahun dan dia dari kelompok Leka Talenggen di bawah pimpinan Goliath Tabuni ,dan yang bersangkutan masih berstatus pelajar kelas 2 SMA Negeri 1 Mulia,” ujarnya.

Mengenai jumlah target penyerangan Pos Kulirik, Pudjo enggan membeberkan berapa target yang harus ditangkap. “Dalam penegakan hukum kita sangat berhati-hati untuk menghindari ketika dilakukan penangkapan. Kita tidak mungkin menangkap orang yang tidak bersalah karena mereka adalah masyarakat kita juga,” katanya.

Disinggung apakah Yemiter Telenggen juga terlibat dalam rangkaian penembakan yang menewaskan anggota TNI? Pudjo belum bisa memastikan. “Kita belum bisa memastikan apakah dia terlibat penembakan atau belum, yang jelas dia salah satu kelompok penyerangan pos Kulirik itu,” jawabnya.

Kabid Humas menegaskan bahwa soal pasal yang diterapkan kepada Yemiter Telenggen tetap dikenakan Undang-undang darurat, pasal penganiayaan, maupun percobaan pembunuhan. “Banyak pasal yang diterapkan, UU Darurat, penganiayaan, percobaan pembunuhan dan lain-lain, masih banyak lagi,”terangnya. (red)

DIALOG TENTANG PAPUA DI ISTANA BOGOR

Dialog Presiden dan Wapres dihadiri pejabat-pejabat RI dan Papua
Bogor - Presiden SBY bersama Wapres Boediono, hari Selasa (28/1/2014) mulai pukul 11.00 WIB, di Istana Bogor mengadakan silaturahmi dengan Gubernur Papua dan Papua Barat beserta tokoh-tokoh Papua yang tergabung dalam Majelis Rakyat Papua (MRP). Turut hadir dalam acara itu Panglima TNI Jenderal Moeldoko, Kapolri Jenderal Sutarman, Kepala BIN Letjen TNI Marciano Norman, Menko Kesra Agung Laksono, Mensesneg Sudi Silalahi, Mendagri Gamawan Fauzi, Mendikbud M. Nuh, Menkes Nafsiah Mboi, Kepala UKP4 Kuntoro Mangkusubroto, Wamenkeu Any Ratnawati.

Sedangkan dari Papua selain Gubernur Papua dan Gubernur Papua Barat, tampak hadir jajaran pemerintahan Papua dan Papua Barat, Pimpinan dan anggota DPR Papua, Pimpinan DPR Papua Barat, serta para bupati dan tim Asistensi dari Univ Cendrawasih.
Gubernur Papua Lukas Enembe dan Presiden SBY
Acara pada kali ini diagendakan membahas dua hal. Pertama, mendengarkan laporan dari Gubernur Papua dan Papua Barat mengenai progress report pembangunan di kedua provinsi tersebut. Kedua, evaluasi pelaksanaan Undang-Undang mengenai Otonomi Khusus bagi Papua dan Papua Barat.

Presiden dan Wapres
Menko Polhukam Djoko Suyanto dalam pengantarnya mengatakan, bahwa evaluasi pelaksanaan UU Otonomi khusus dilaksanakan selama 5 tahun sekali. “Pelaksanaan evaluasi telah dilaksanakan selama dua kali yakni tahun 2006 dan 2010,” tambah Menko Polhukam.
Konferensi Pers Menko Polhukam bersama Gubernur Papua dan Papua Barat
Hasil dari evaluasi tersebut, kata Menko Polhukam, disepakati bahwa perlu lebih dilaksanakan pengawasan agar pembangunan di Papua dan Papua Barat terus terlaksana dengan baik. Untuk itulah, pada tahun 2011 dibentuk UP4B (Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat).

Dalam pertemuan itu, kedua Gubernur telah menyampaikan pokok-pokok pikiran masing-masing yang sudah dituangkan di dalam draf awal terhadap nilai tambah dari Undang-Undang Otonomi Khusus.

Gubernur Papua Barat, Menko Polhukam, dan Gubernur Papua
“Draf tersebut dihasilkan dari 12 kali pertemuan di antara Tim Papua Barat dan Tim Papua dengan diasistensi oleh akademisi dari Universitas Cenderawasih serta Kementerian Dalam Negeri. Draf awal itu segera akan disinkronkan kembali antara kedua gubernur, namun 95 persen materinya sudah disepakati,” kata Menko Polhukam Djoko Suyanto kepada wartawan seusai pertemuan silaturahmi Presiden dengan para tokoh Papua dan Papua Barat.

Dengan demikian, rencana perbaikan otonomi khusus, seperti yang diamanatkan oleh Presiden, dapat terlaksana dengan baik demi pencapaian kesejahteraan dan kemajuan di Papua. (red)

LAGI, INGGRIS DUKUNG KEDAULATAN RI DI PAPUA

Menlu RI dan Menlu Inggris William Hague
 Marty Natalegawa dan William Hague (29/1)
JAKARTA – Menteri Luar Negeri (Menlu) Inggris, William Hague menegaskan kembali bahwa pemerintah negaranya tetap menjunjung tinggi kedaulatan Indonesia di Papua. Hal itu disampaikan olehnya guna menanggapi pendirian kantor Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Oxford, Inggris pada April 2013 lalu.

Kendati pemberitaan tersebut sempat menjadi perdebatan, Hague mengatakan hal itu tidak akan mengubah kebijakan negara pimpinan PM David Cameron itu. Ia menegaskan, meski Inggris sangat menghormati hak asasi manusia, tetapi Inggris akan tetap mendukung kedaulatan penuh Indonesia di wilayah NKRI.

Hal tersebut disampaikan oleh Hague usai melakukan pertemuan dengan Menlu RI, Marty Natalegawa di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri kemarin (29/1). Kunjungan ini merupakan kunjungan pertama sang Menlu sejak kunjungan terakhir pada delapan tahun lalu.

“Inggris sepenuhnya mendukung integritas Indonesia. Tidak ada keraguan posisi mengenai isu terkait hal itu (Papua dan Papua Barat). Kebijakan kami juga sama mengenai demokrasi. Kami jelas mendukung keutuhan negeri ini,” kata Hague.

Sebelumnya, aksi pembukaan kantor perwakilan OPM oleh Benny Wenda pada akhir April 2013 lalu sempat membuat geram Pemerintah Indonesia. Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Djoko Suyanto sampai harus memanggil Dubes Inggris untuk Indonesia, Mark Canning.

Dia menjelaskan pembukaan kantor perwakilan di kota Oxford itu turut dihadiri oleh wali kota dan anggota DPR setempat. Padahal, selama ini Pemerintah Inggris dan oposisi di parlemen tidak pernah mendukung kegiatan tersebut. Djoko menyebut secara formal Inggris mengakui kedaulatan NKRI atas Papua.

Pernyataan serupa juga pernah dilontarkan oleh Menlu Marty. Dia mengatakan kendati OPM berhasil membuka kantor perwakilan di Oxford, bukan berarti negeri yang dipimpin Ratu Elizabeth II itu mendukung gerakan separatisme di Papua. Sebaliknya mereka sudah berulang kali menegaskan bahwa sikap pemerintah kota tidak mencerminkan kebijakan luar negeri Inggris.

Marty malah meminta agar isu mengenai pembukaan kantor itu tidak dibesar-besarkan, karena justru malah akan dijadikan forum bagi Benny dalam menyuarakan perjuangannya. (red)

GUBERNUR PAPUA DAN PAPUA BARAT SEPAKAT NKRI HARGA MATI

Foto: Lukas Enembe dan SBY (28/1/2014)
Jakarta - Gubernur Papua Lukas Enembe dan Gubernur Papua Barat Abraham Octavianus Aturury menegaskan bahwa tanah Papua adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Konflik-konflik terjadi, termasuk upaya pemisahan diri dari Indonesia merupakan ulah segilitir kelompok yang tidak bertanggung jawab di Papua.

"Kalau Papua Barat itu sangat kondusif. Tapi kita sepakat Papua sangat komunal. Kalau ada keinginan Papua Barat merdeka itu tidak ada. Merdeka itu satu kali untuk selamanya," tegas Gubernur Papua Barat Abraham Octavianus Aturury.

Hal ini dikatakan dalam jumpa pers di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (28/1/2014).

Sementara itu Gubernur Papua, Lukas Enembe, mengatakan dirinya telah melakukan rekonsiliasi di daerah-daerah yang rawan konflik. Dirinya juga telah berkordinasi dengan Pangdam dan Kapolda Papua untuk meningkatkan keamanan di wilayahnya.

"Sekarang yang terjadi ini, sekelompok orang bersenjata yang menurut saya sebenarnya kriminal. Karena kelompok ini dengan berbagai tuntutan kebutuhan memegang senjata, dengan demikian saya anggap kriminal, bukan berjuang minta merdeka," paparnya.

Menko Polhukam, Djoko Suyanto, menambahkan pemerintah pusat dan daerah terus melakukan upaya persuasif kepada kelompok-kelompok bersenjata. Mereka dinilai melakukan tindak kriminal sehingga perlu dilakukan tindakan hukum yang tegas.

"Tidak ada lagi operasi militer, tidak ada lagi pengejaran-pengejaran militer, yang dilakukan tadi seperti apa kata gubernur, adalah penegakan hukum dalam rangka menindak tindakan kriminal. Jadi upaya persuasif harus sabar dan harus dikelola dengan baik untuk keluar dari tindakan kekerasan sangat penting," tegas Menko Polhukam.

Selasa, 28 Januari 2014

KELOMPOK KRIMINAL BERSENJATA (KKB) DITANGKAP APARAT KEAMANAN DI PUNCAK JAYA

gambar ilustrasi (red)
Puncak Jaya - Pada Minggu (26/1) pukul 08.00 WIT telah terjadi baku tembak antara aparat keamanan TNI/Polri dengan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di saat aparat keamanan melaksanakan patroli keamanan di wilayah Distrik Mulia.

Pada saat melaksanaan patroli tersebut didapati sekelompok orang melakukan penembakan terhadap pihak keamanan. Kelompok tersebut diduga dari KKB pimpinan Tenggamati Wonda dari kelompok Yambi, yang merupakan kelompok kriminal yang kerap melakukan aksi di Puncak Jaya. Setelah terjadi kontak senjata, anggota KKB tersebut melarikan diri ke arah ketinggian dan ada salah satu anggota KKB yang masuk ke dalam gereja GIDI untuk bersembunyi, di mana pada saat itu sedang berlangsung ibadah jemaat GIDI.

Setelah kegiatan ibadah selesai, para jemaat keluar dan dilakukan pemeriksaan oleh pihak aparat keamanan yang dipimpin oleh Wakapolres Puncak Jaya, Kompol Yohanes Hadud, di luar area gereja. Dari hasil pemeriksaan tersebut, pihak aparat mengidentifikasi salah satu jemaat berpenampilan tidak layak yang sepantasnya digunakan dalam melaksanakan peribadatan.

Dari hasil identifikasi tersebut pihak aparat keamanan menanyakan identitas jemaat yang berpenampilan mencurigakan kepada seluruh jemaat yang hadir pada waktu itu. Namun oleh seluruh jemaat yang hadir pada waktu itu, tidak ada seorangpun yang mengenal jemaat tersebut, sehingga aparat keamanan menangkap anggota KKB tersebut yang bernama Oki Talenggeng. Oki ditangkap setelah ketahuan akan mengganti baju basah yang ia kenakan dan tidak menggunakan pakaian yang sopan saat beribadah. Hal itu dibenarkan oleh Kepala Kampung Dondobaga, Lasarus Wanimbo, yang ikut beribadah pada waktu itu.

Adapun Jemaat yang hadir dalam mengikuti ibadah tersebut adalah Kepala Kampung Dondobaga dan Gembala Gereja GIDI Dondobaga. Setelah itu aparat memberikan pengarahan kepada para jemaat tentang tugas yang sedang dilaksanakan aparat keamanan. Untuk selanjutnya Oki dibawa aparat keamanan untuk pemeriksaan lebih lanjut sesuai prosedur dan hukum yang berlaku.

Kejadian tersebut dibenarkan oleh Pangdam XVII/Cenderawasih, Mayjen TNI Christian Zebua, pada saat jumpa pers (27/1) di Gedung Perpustakaan Kodam XVII/Cenderawasih. “Ada sekelompok orang yang melakukan penembakan terhadap aparat keamanan yang sedang melakukan patroli keamanan, kemudian melarikan diri ke dalam Gereja untuk bersembunyi, dia coba tukar pakaian di sana”, ucap Pangdam.

Selanjutnya Pangdam menambahkan bahwa penangkapan yang dilakukan oleh aparat keamanan sudah sesuai dengan prosedur dan tidak ada kekerasan terhadap masyarakat selama proses pemeriksaan tersebut. “Aparat keamanan melaksanakan tugasnya dengan profesional dan sama sekali tidak melakukan kekerasan terhadap masyarakat”, tegas Pangdam.

Berkaitan dengan keberadaan Kelompok Kriminal Bersenjata di Puncak Jaya yang meresahkan dan menggangu masyarakat, Pangdam dengan tegas menyatakan bahwa kita boleh beda pendapat tetapi jangan sampai mengganggu rakyat dan jangan bersenjata.

"Jika masih ada kelompok yang menggangu kedamaian masyarakat akan ditindak tegas. Tentara tidak ragu-ragu untuk mengambil suatu tindakan untuk melindungi rakyat”, pungkas Pangdam.

MENLU PNG: KAMI TAK LIHAT PELANGGARAN HAM DI PAPUA

Menteri Luar Negeri Papua Nugini, Rimbink Pato
Jakarta - Menteri Luar Negeri (Menlu) Papua Nugini Rimbink Pato mengatakan pihaknya tidak melihat adanya bukti pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi di Papua. Padahal penyelidikan kata dia juga sudah dilakukan. Hal tersebut kata Pato juga terlihat saat mereka selama beberapa hari diberikan kesempatan oleh pemerintah Indonesia mengunjungi Papua dan Papua Barat.

“Saya tidak melihat adanya bukti (pelanggaran HAM),” kata dia ketika ditanya wartawan di kompleks kepresidenan, Jakarta, Rabu (15/1) petang.

Kunjungan para menlu negara yang tergabung dalam Persatuan Negara-negara Melanesia (MSG), kata dia, sudah rampung. Hasilnya akan dibuat dalam rekomendasi bersama.

Isu pelanggaran HAM merupakan hal yang dianggap oleh pegiat pro kemerdekaan Papua Barat menjadi alasan bahwa Papua harus lepas dari Indonesia. Hal ini juga disuarakan oleh Koalisi Pembebasan Papua Barat (WPNCL) yang mendapatkan dukungan dari negara Vanuatu dengan mengusulkan Papua Barat masuk dalam MSG.

“Tugas kami sudah selesai di sini,” kata Pato lagi.

Kunjungan para delegasi MSG ke Indonesia berlangsung sejak 11 Januari. Mereka berkunjung antara lain ke Maluku, Papua, dan Papua Barat.

Delegasi terdiri dari Menteri Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional Fiji HE Ratu Inoke Kubuaboka, Menteri Luar Negeri dan Keimigrasian Papua Nugini Rimbink Pato, Menteri Luar Negeri dan Perdagangan Internasional Kepulauan Solomon Ciay Forau, Perwakilan Front de Liberation Nationale Kanak et Socialiste (FLNKS) atau delegasi Pembebasan Bangsa Kanak Yvon Faua dan Pejabat Tinggi Melanesian Spearhead Group (MSG) HE Kaliopate Tavola. (red)

KONTAK SENJATA DI MULIA 3 OPM TEWAS 1 ORANG TNI GUGUR



Puncak Jaya – Kontak senjata antara TNI dan Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali terjadi di wilayah Puncak Jaya Jumat (24/01/2014) pkl 07.30 WIT kemarin. Dari kontak senjata tersebut TNI berhasil menewaskan 3 anggota OPM dan mengamankan 1 buah senjata jenis SS1 milik OPM.

Namun dalam proses evakuasi jenazah anggota OPM tersebut, tiba-tiba rombongan TNI/Polri yang akan melakukan evakuasi jenazah diserang kembali oleh OPM. "Seorang anggota TNI dari Batalyon 753/ Arga Vira Tama Nabire atas nama Prajurit Satu Sugiarto tewas tertembak," kata Kepala Penerangan Kodam (Kapendam), Kolonel Inf Lismer Lumban Siantar, pada Jumat (24/01/2014) kemarin.

Menurut Kolonel Lismer, ada 3 orang dari kelompok OPM yang tewas. "Awalnya kita kira satu orang tertembak, setelah dilakukan pembersihan di tempat kejadian ditemukan lagi 2 jenazah dari OPM," tuturnya.

”Saat kita mau evakuasi jenazah tiba – tiba ada tembakan dari arah kiri sehingga mengenai Pratu Sugiarto di bagian kepala, jenazah sudah diterbangkan ke Makassar” kata Lismer.

Sementara Panglima Komando Militer Cenderawasih, Mayor Jenderal TNI Christian Zebua, menuturkan selaku Panglima Kodam 17 Cenderawasih merasa berduka atas gugurnya satu prajurit dalam menjalankan tugasnya. "Dalam tugasnya guna mempertahankan kedaualatan NKRI, seorang prajurit sudah siap gugur di medan tugas," kata Pangdam.

Namun selaku prajurit, kami selalu meningkatkan kesiagaan di wilayah tersebut, ada kemungkinan senjata yang dipakai OPM merupakan hasil rampasan dari aparat keamanan beberapa waktu lalu,” tutur Pangdam.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, tim gabungan dari TNI/Polri terus memburu kelompok sipil bersenjata yang melakukan perampasan senjata di Pos Polisi Kampung Kulirik dan pembunuhan terhadap seorang tukang ojek di Kampung Wuyuneri, awal Januari lalu.

Kelompok sipil bersenjata yang berbasis di Kampung Yambi dan berafiliasi dengan OPM yang dipimpin oleh Goliat Tabuni.

Lanjut Pangdam, secara hukum OPM bersalah, namun kami tidak menganggap mereka sebagai musuh, tetapi sebagai saudara yang harus dipanggil secara baik.

"Namun bukan berarti tidak ada tindakan, jika tindakan mereka mengancam rakyat sipil dan NKRI, maka selaku prajurit siap untuk bertindak dengan tegas," tutur Pangdam. (red)

Minggu, 26 Januari 2014

TAMAN IMBI JAYAPURA SAMBUT IMLEK

Taman Imbi

Siapa yang tak kenal Taman Imbi? Taman ini terletak di jalan Yos Sudarso Kota Jayapura, yang sekaligus menjadi salah satu icon kota Jayapura. Taman ini juga merupakan tempat hiburan keluarga di tengah pusat kota Jayapura. Jika kita amati secara detail dari sisi lainnya, kita akan mendapatkan nilai nasionalisme dan toleransi yang tinggi dari taman ini dengan tidak meninggalkan ciri khas kota Jayapura sendiri.

Selain sebagai Monumen Sejarah bagi Kota Jayapura yang memiliki nilai histori perjuangan pahlawan nasional, Taman Imbi juga merupakan “pemanis” bagi sudut kota asal Persipura ini. Dari salah satu kandungan nilai nasionalisme yang bisa kita temui adalah berdirinya plang yang bertuliskan : “ Mari Kita Utamakan Bahasa Indonesia. Mari kita lestarikan Bahasa Daerah”. Hal ini mencerminkan bahwa Papua Paling Indonesia. Selain itu juga kita dapat merasakan nilai toleransi antar umat beragama.

Dalam rangka menyambut hari raya Imlek yang jatuh pada tanggal 31 Januari 2014, deretan lampion menghiasi Taman Imbi dan sekitarnya yang memancarkan pesonanya apabila malam tiba. Nuansa Imlek yang diterapkan di area Taman Imbi dan sekitaran Jalan Yos Sudarso, menunjukkan betapa tingginya nilai toleransi antar umat beragama yang dimiliki oleh warga Jayapura pada khususnya, dan Papua pada umumnya.

Jika Jayapura bisa, maka seluruh wilayah Indonesia juga bisa menjunjung nilai nasionalisme dan toleransi yang tinggi seperti ini. Mari kita satukan Indonesia dari sini, pancarkan cinta damai dari tanah Papua.

Sabtu, 25 Januari 2014

SETELAH MSG, UNI EROPA (UE) DUKUNG INTEGRITAS TERITORIAL RI

Flagi państw Unii Europejskiej

MELANESIAN SPEARHEAD GROUP (MSG)

Negara-negara anggota Melanesian Spearhead Group (MSG) secara tegas mengakui kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini disampaikan delegasi menteri luar negeri (Menlu) negara anggota MSG saat melakukan kunjungan kehormatan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 15 Januari 2014 yang lalu.

Delegasi MSG terdiri dari Menlu Fiji Ratu Inoke Kubuabola, Menlu Papua Nugini Rimbink Pato, dan Menlu Kepulauan Solomon Soalagi Clay Forau. Turut hadir pejabat tinggi MSG, HE Kaliopate Tavola, dan Yvon Faua yang mewakili Front de Liberation Nationale Kanak et Socialiste (FLNKS) atau Front Pembebasan Nasional Bangsa Kanak.

Dalam pertemuan yang berlangsung kurang dari satu jam, Presiden SBY dan para menlu MSG membahas pentingnya kerjasama di kawasan Pasifik dan Asia Tenggara. Pertemuan juga menyinggung soal permintaan kelompok West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL) yang mengajukan keanggotaan ke dalam forum MSG.

“Masalah saling menghormati, integritas dan kedaulatan merupakan prinsip dasar hubungan kerjasama negara MSG, dan dalam kunjungan kali ini pun menegaskan prinsip tersebut,” kata Menlu RI Marty Natalegawa dalam jumpa pers usai pertemuan di Kantor Presiden, Rabu (15/1).

Delegasi MSG berada di Indonesia sejak Sabtu (11/1) lalu. Sebelum ke Jakarta, delegasi MSG telah berkunjung ke Papua, Papua Barat, dan Maluku.

Marty menjelaskan, kunjungan ini dimaksudkan agar delegasi MSG bisa melihat secara langsung kondisi di Papua. Hasil kunjungan ke Indonesia akan menjadi pertimbangan MSG terkait langkah kelompok WPNCL yang mendaftar sebagai anggota forum MSG.

Secara tegas para delegasi MSG menyatakan bahwa organisasi Negara Melanesia sangat menghormati Kedaulatan RI dan akan secara konsisten membina hubungan yang baik.

UNI EROPA (UE)

Sidang Komisi Luar Negeri Parlemen Eropa yang dilaksanakan pada 21/1/2014 yang lalu menghasilkan beberapa keputusan, yang di antaranya adalah akan meratifikasi Perjanjian Kemitraan Komprehensif Indonesia-UE dan membawanya ke Sidang Pleno Parlemen Eropa untuk diterima sebagai perjanjian hukum yang mengikat antara Indonesia dan UE.

Saat ini semua Parlemen Nasional 27 negara anggota UE telah meratifikasi perjanjian yang juga memuat penegasan terhadap kedaulatan, integritas, territorial, dan keutuhan wilayah Indonesia, serta menjadi kerangka dasar hubungan Indonesia-UE yang lebih komprehensif dan strategis.

Dengan demikian, keutuhan wilayah Indonesia merupakan suatu elemen hukum yang mengikat dalam hubungan Indonesia-UE.

Isu Papua Barat

Dalam kesempatan yang diberikan oleh Ketua Sidang, Dubes RI untuk Belgia, Luksemburg dan Uni Eropa, Arif Havas Oegroseno, menyampaikan pandangan bahwa pemekaran Papua merupakan bagian dari program desentralisasi nasional yang dilakukan sejak 1999.

“Prosesnya pun dilakukan setelah diadakan dialog antara pemerintah pusat dengan daerah, di mana dasar hukum pemekaran Papua adalah UU, yang disusun secara demokratis di dalam parlemen Indonesia,” papar Dubes.

Bahkan, lanjut Dubes, kalangan masyarakat dan akademisi Papua pula yang menyusun RUU Otonomi Khusus Papua 2001.

“Oleh karena itu pernyataan bahwa selama 15 tahun terakhir tidak ada perubahan sama sekali merupakan pernyataan menyesatkan atau misleading,” tegas Dubes.

Dikatakan, semua Presiden RI sejak 1999 telah memberikan perhatian khusus terhadap masalah ini dengan menggunakan pendekatan kesejahteraan, memberikan ruang bagi warga Papua untuk mengatur diri sendiri melalui otonomi, dan juga melakukan dialog dengan berbagai pihak terkait.

​Menurut Dubes, Indonesia dalam hal ini dapat belajar dari UE dalam menghadapi separatisme di mana menurut laporan Polisi Eropa, EUROPOL, pada tahun 2012 terdapat 167 serangan separatis dan aparat keamanan Eropa telah menahan 257 orang atas tuduhan terorisme separatis.

“Berbeda dengan Indonesia, UE menggolongkan serangan separatis sebagai tindak terorisme. Pengalaman Eropa ini penting untuk dipelajari oleh Indonesia,” demikian Dubes.

Diskusi Sub Komite HAM

Dalam diskusi mengenai Papua Barat yang diselenggarakan oleh Sub Komite HAM Parlemen Eropa pada 23/1/2014, anggota Parlemen Eropa, Ana Gomes, kembali menekankan arti penting Perjanjian Kemitraan Komprehensif bagi hubungan Indonesia-UE.

Menanggapi pernyataan anggota masyarakat madani Indonesia yang hadir sebagai pembicara dalam diskusi tersebut, Ana Gomes menyampaikan bahwa kehadiran mereka di Brussel merupakan bukti nyata kemajuan pesat demokratisasi Indonesia, di mana mereka dapat bepergian ke Eropa tanpa dihalangi oleh pemerintah Indonesia.

Dikatakan bahwa demokrasi di Indonesia telah sedemikian maju sehingga UE dan Indonesia kini memiliki Perjanjian Kemitraan Komprehensif Indonesia-UE yang membuka kesempatan luas bagi pengembangan kerjasama, termasuk bidang HAM.

“Ketika saat saya bertugas di Indonesia pada 1999, masalah Papua tabu dibicarakan dan kini hal ini menjadi suatu hal yang biasa dibicarakan di berbagai forum di Indonesia,” tandas Gomes.

​Sementara itu anggota Parlemen Eropa asal Lithuania, Leonidas Donskis, menyatakan bahwa yang diperlukan sebenarnya adalah dialog budaya antar berbagai pihak dan bukan dialog politik.

​Sedangkan Morgan McSwiney yang mewakili European External Action Service (EEAS) yaitu Kantor Urusan Politik Luar Negeri dan Pertahanan UE menyampaikan bahwa Indonesia adalah contoh baik demokratisasi yang sukses.

“Model Indonesia perlu menjadi rujukan di Timur Tengah dan Indonesia juga telah memberikan inspirasi bagi Myanmar,” demikian McSwiney.

McSwiney menekankan bahwa EU mendukung kesatuan wilayah Indonesia dan Dialog HAM UE-Indonesia yang telah berjalan selama empat kali merupakan suatu forum yang sangat positif dan konstruktif antara Indonesia dan UE dalam membahas HAM.

Diskusi membahas Papua Barat ini dihadiri oleh 4 orang anggota Parlemen Eropa dari total 164 anggota Parlemen Eropa yang duduk di Komite Hubungan Luar Negeri.Diskusi tersebut berlangsung selama 45 menit dengan 9 pembicara, dan merupakan bagian dari diskusi umum Sub Komite HAM tentang berbagai masalah HAM dan administrasi internal Sub Komite yang berlangsung selama dua hari. Sub Komite HAM juga mengadakan diskusi tentang efisiensi 40 lebih Dialog HAM antara UE dengan berbagai negara di dunia.



Sumber:

http://news.detik.com/read/2014/01/25/023548/2477915/10/3/ue-tegaskan-dukungan-integritas-teritorial-ri

http://www.jurnas.com/news/120513/Organisasi_Negara_Melanesia_Hormati_Kedaulatan_RI/1/Nasional/Politik-Keamanan

MSG DATANG WPNCL HILANG



Kunjungan resmi organisasi regional negara-negara di Pasifik Selatan atau yang dikenal dengan Melanesian Spearhead Group (MSG) dilaksanakan pada tanggal 13 Januari 2014 ke ke provinsi paling timur Indonesia, Papua. Kunjungan MSG yang beranggotakan Papua Nugini, Vanuatu, Fiji, New Caledonia, dan Solomon Island ini dalam rangka menerima undangan dari Pemerintah RI dalam kemasan “Promoting Economic Ties & Development Cooperation”, yaitu: kunjungan untuk kerjasama di bidang ekonomi dan pembangunan. Kunjungan ini bertujuan pula untuk melihat Papua lebih dekat berkaitan dengan isu-isu yang sering dihembuskan secara tidak seimbang oleh kelompok masyarakat tertentu.

Berkaitan dengan isu-isu yang sering dihembuskan oleh sekelompok masyarakat yang menamakan dirinya West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL) mengenai situasi Papua, negara-negara Pasifik yang tergabung dalam MSG tersebut melihat kenyataan yang jauh berbeda dari apa yang mereka sampaikan. WPNCL mempresentasikan bahwa di Papua terjadi pelanggaran HAM, penindasan, dan berbagai keadaan yang menggambarkan Papua jauh tertinggal dan terbelakang. Sungguh hal yang sangat bertolak belakang dari apa yang disaksikan oleh perwakilan negara MSG tersebut sesuai fakta di lapangan saat mereka berkunjung. Untuk itulah negara-negara MSG menyatakan dukungannya terhadap keberadaan Papua di dalam Indonesia. Menlu Papua Nugini, Rimbink Pato, di Jayapura, menegaskan negaranya bersama beberapa negara lain anggota MSG tetap mendukung Papua dalam Indonesia dan itu tidak bisa diganggu lagi. (http://www.nabire.net/msg-dukung-keberadaan-papua-didalam-indonesia/comment-page-1/#comment-624)

MSG sangat antusias untuk melaksanakan kerjasama dengan pemerintah Indonesia karena melihat pesatnya pembangunan di Indonesia, khususnya wilayah Papua. Rombongan tersebut dihadiri oleh Ratu Inoke Kabuabola (Menlu Fiji), Hon Rimbink Pato MPA (Menlu PNG), Hon Soalaoi Clay Forau (Menlu Solomon Island), Joe Natuman, Yvon Faua (FLNKS), Kaliopate Tavola, Ratu Seremaia (Dubes Fiji) dan Peter Ilau (Dubes PNG). Mereka melakukan audiensi dengan Gubernur Papua, Lukas Enembe, S.IP, MH. Perwakilan negara-negara MSG tersebut sangat tertarik tentang jalannya roda perekonomian di Papua yang maju. Gubernur juga menjelaskan pencapaian yang telah diraih oleh Pemerintah Provinsi Papua dari waktu ke waktu. Kunjungan MSG tersebut kemudian dilanjutkan ke SMK 1 Jayapura untuk melihat langsung bagaimana proses belajar mengajar dan bagaimana kualitas mutu pendidikan di Jayapura. Kualitas pendidikan yang selalu ditingkatkan oleh Pemprov Papua menjadi fokus dari MSG, baik dari sarana prasarana, tenaga pendidik maupun sistem pendidikan itu sendiri. Selanjutnya delegasi MSG mengunjungi Bank Papua untuk mempelajari sistem perekonomian dan perbankan yang dikelola oleh Bank Papua sebagai pelopor dunia usaha di Papua.

Usai bertemu direksi Bank Papua, Menlu Papua Nugini (PNG), Mr. Hon Rimbink Pato mengatakan kunjungan ke Papua kali ini membuatnya terkejut. Menlu PNG mengatakan Papua sudah sangat maju berbeda jauh dengan negara MSG sendiri. Ia mengatakan pula bahwa kemajuan Papua sangat pesat dan tidak sama seperti yang disampaikan oleh kelompok masyarakat pada saat menyampaikan pandangannya di Noumea, Fiji. Mr. Hon mengungkapkan pula bahwa orang Melanesia di tanah Papua sangat membina kerja sama yang baik dengan orang lain. Disampaikan pula bahwa dari kunjungan ini akan memungkinkan terbina kerjasama lainnya di berbagai bidang. Menlu PNG melihat kemungkinan kerjasama di berbagai bidang akan dilaksanakan antara Indonesia dengan negara MSG. “Kunjungan resmi delegasi MSG diharapkan dapat mempererat hubungan yang baik antara Indonesia dengan negara-negara Pasifik. Kunjungan ini juga untuk mempererat hubungan antara orang Melanesia dengan Indonesia yang sama-sama orang Pasifik,” ujar Menlu PNG.

Dalam kunjungan “Promoting Economic Ties & Development Cooperation” ke Jayapura ini, delegasi MSG berkeinginan pula untuk melihat kemajuan pembangunan di sekitar Jayapura melalui udara. Rombongan delegasi MSG menggunakan pesawat helikopter milik PT. FI untuk melihat kemajuan Jayapura yang sangat pesat dari udara.

Diakui pula oleh delegasi MSG bahwa memang ada permintaan dari WPNCL ingin memasukkan Papua ke dalam MSG, namun dari hasil kunjungan delegasi MSG kali ini harapan WPNCL pupus sudah. Disampaikan delegasi MSG bahwa hal itu tidak dapat dilaksanakan karena keberadaan Papua dalam Indonesia sudah sah dan final. (http://www.nabire.net/msg-dukung-keberadaan-papua-didalam-indonesia/comment-page-1/#comment-624). Kedatangan delegasi MSG ke Indonesia sudah melihat Papua dari dekat dan sangat jauh berbeda dari apa yang WPNCL presentasikan. Negara MSG sangat menghormati dan menghargai Pemerintah Indonesia dan ingin menjaga hubungan lewat kerja sama yang baik dan harmonis.

Sabtu, 18 Januari 2014

PENEMBAKAN LAGI DI PUNCAK JAYA



Puncak Jaya – Penembakan terjadi lagi di Puncak Jaya, dan kali ini pos TNI yang menjadi sasaran. Penembakan yang terjadi diduga dilakukan oleh kelompok gerombolan senjata yang sering membuat kekacauan di Puncak Jaya. Kejadian terjadi pada 18 Januari 2014 dan yang menjadi sasaran adalah Pos Kompas milik Kodim 1714/PJ Kota Lama, Mulia, Kabupaten Puncak Jaya.

Penembakan diduga dilakukan oleh kelompok GPK bersenjata yang dikenal dengan kelompok Yambi di wilayah Puncak Jaya. Korban penembakan adalah 2 orang anggota TNI yang sedang berada di pos dan mengalami luka terkena tembakan.

Dari informasi yang dihimpun di lapangan, kejadian itu terjadi sekitar pukul 18.50 WIT ketika pos TNI yang dijaga oleh 2 orang anggota, tiba-tiba ditembak oleh kelompok GPK ke arah Pos Kompas. Tembakan tersebut menyebabkan korban atas nama Sersan Laowe dan Praka Adi terkena tembakan tangan kiri dan bahu terserempet munisi. Korban langsung dilarikan dan dievakuasi ke RSUD Mulia, dan korban masih dalam keadaan sadar. Setelah mendapat info, aparat yang berada di Puncak Jaya langsung menuju TKP guna melakukan penyelidikan lebih lanjut dan melakukan pengejaran.

Kejadian ini bukanlah kali pertama kelompok GPK bersenjata melakukan penembakan terhadap masyarakat dan aparat TNI/Polri, karena sebelumnya kelompok ini juga yang melakukan penyerangan ke Pos Polisi di Kulirik dan penembakan terhadap tukang ojek. Dan juga telah terjadi penembakan terhadap pesawat sipil yang hendak mendarat di Bandara Mulia. (fars)

Minggu, 12 Januari 2014

ROMANTISME HUBUNGAN INDONESIA – MSG: PEMBANGUNAN DI PAPUA SEBAGAI ‘MODELLING’ MSG.


Melanesian Spearhead Group (MSG) merupakan sebuah organisasi di bidang perekononian dan perdagangan antar pemerintah dari negara-negara di wilayah Pasifik Selatan. Anggota dari MSG ini adalah: Papua Nugini, Vanuatu, Fiji, New Caledonia, dan Kepulauan Solomon. MSG ini dibentuk berdasarkan “agreed principles of cooperation among independent states of Melanesia” yang ditandatangani di Port Vila pada 14 Maret 1988.

Pada tanggal 23 Maret 2007, anggota dari negara-negara tersebut menandatangani persetujuan pembentukan MSG dan meresmikannya di bawah badan hukum internasional yang bermarkas di Port Vila, Vanuatu. Saat ini Direktur Jenderal dari MSG adalah Perdana Menteri Fiji yaitu Hon Frank Bainimarama.

Tidak hanya bekerja sama dengan negara di wilayah pasifik saja, MSG juga bekerja sama dengan pemerintah Indonesia. Terbukti pada KTT MSG ke-18 pada Maret 2011 di Suva, Fiji, Indonesia untuk pertama kalinya diterima sebagai observer (pengamat). Diharapkan dengan menjadi observer dalam MSG, Indonesia akan dapat bekerja sama lebih erat dan memberikan kontribusinya kepada negara-negara anggota MSG.

Pada 13-21 Juni 2013 telah dilaksanakan MSG Leaders Summit ke-19 di Nouméa, New Kaledonia, dan Indonesia hadir dengan diwakili oleh Menkopolhukam, Djoko Suyanto. Dalam pertemuan tersebut Ketua MSG, Frank Bainimarama, yang juga adalah PM Fiji menyatakan tetap mengakui bahwa Papua dan Papua Barat adalah bagian dari Indonesia. Sehingga pada MSG Summit tersebut, kedatangan dari kelompok organisasi baru bernama West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL) yang diwakili oleh John Otto Ondawame, Andy Ayamiseba, Rex Rumakiek, Paula Makabory, dan Barack T. Sope tidak akan diistimewakan, karena mereka diundang sebagai sesama ras Melanesia namun tidak mengakomodir kepentingan politik apa pun. Kehadiran WPNCL tersebut tidak mempresentasikan suatu keputusan politik terhadap status Papua, walaupun pada forum tersebut WPNCL diberikan waktu untuk memberikan pandangannya terhadap keadaan di Papua dari sudut pandang mereka. Pada MSG Leaders Summit ini pula Menkopolhukam menyampaikan undangan atas nama pemerintah Indonesia kepada delegasi MSG untuk dapat datang ke Jakarta dan Jayapura dalam rangka meninjau langsung kehidupan masyarakat Papua. Anggota MSG menyetujui undangan tersebut dan akan datang berkunjung ke Indonesia pada bulan Agustus 2013.

Pada tanggal 8 Agustus 2013 datang rombongan delegasi Kep. Solomon di Jayapura dalam rangka melaksanakan pertemuan forum MSG di Jayapura. Delegasi negara Kep. Solomon sangat terkejut bahwa apa yang dilihat selama kunjungan di Papua sangat berbeda dari laporan yang diterima dari WPNCL yang menyebutkan banyaknya pelanggaran HAM yang dilakukan oleh militer Indonesia, kemiskinan dan kebodohan di mana-mana. Mereka justru melihat bahwa Papua sudah maju dan berkembang, serta banyak tokoh putra daerah yang menjadi pemimpin di daerahnya, baik di Pusat, Pemda, Lembaga, maupun pemimpin militer dan Polisi. Untuk itulah delegasi Negara Kep. Solomon sangat mendukung NKRI termasuk Papua. Delegasi MSG selama ini merasa dibohongi oleh WPNA maupun WPNCL, karena laporan yang disampaikan pada waktu pertemuan MSG tentang Papua semuanya tidak benar. Ternyata Papua mendapat perhatian dari Pemerintah Indonesia. Delegasi MSG dengan tegas mengatakan bahwa Papua jangan sampai keluar dari Indonesia. Hasil kunjungan delegasi ke Papua ini akan dilaporkan kepada Perdana Menteri Negara Kep. Solomon yang akan akan berkunjung ke Jakarta pada tanggal 12 Agustus 2013.

Pada 12 Agustus 2013 saat Perdana Menteri Kep. Solomon, Gordon Darcy Lilo berkunjung ke Indonesia tidak berbeda sikapnya dengan delegasi yang telah hadir sebelumnya. Ia memberikan dukungan atas langkah Indonesia yang mengutamakan pembangunan ekonomi dalam upaya penyelesaian masalah Papua. "Saya cukup terkesan dengan kemajuan yang terjadi di Papua. Seperti yang Anda ketahui saya diberi kesempatan, kehormatan untuk mengunjungi Papua,” katanya. Kesan positif Perdana Menteri Kep.Solomon itu juga disertai harapan agar masyarakat Papua dipersiapkan secara lebih baik, membangun kapasitas untuk hubungan yang lebih baik dalam pembangunan. Di samping itu pula hal yang tak kalah penting adalah konsentrasi dalam keterhubungan masyarakat, mengentaskan masyarakat dari kemiskinan dan memberikan kehidupan yang lebih baik. ( http://www.antaranews.com/berita/390267/pm-kepulauan-solomon-terkesan-kemajuan-papua ).

Kerja sama sebenarnya telah sejak lama dilakukan dan terus berlanjut dengan hadirnya beberapa Perdana Menteri dari salah satu negara anggota MSG. Kehadiran delegasi yang berkunjung ke Indonesia tersebut mengapresiasi pembangunan perekonomian di Indonesia umumnya, dan Papua pada khususnya sebagai daerah terdekat negara-negara MSG. Kesan positif kepada Indonesia disampaikan pula oleh Perdana Menteri Papua Nugini, Peter Charles Paire O`Neill, pada 17 Juni 2013 lalu ketika berkunjung ke Indonesia. Kesan positifnya terutama terhadap pembangunan Indonesia di wilayah Papua. Dalam pertemuan di Istana Merdeka, Presiden Yudhoyono dan PM O`Neill sepakat untuk terus meningkatkan kerjasama antar kedua negara. Pada kunjungan kenegaraan tersebut disepakati 11 bentuk kerjasama antara RI-PNG di antaranya terkait soal perbatasan, pendidikan, transportasi udara, ekstradisi, sumber daya alam, pariwisata dan kepemudaan serta olahraga. (http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/06/17/1/161900/Papua-Nugini-Dukung-Kedaulatan-RI-di-Papua)

Walikota Vanimo (PNG) Mr. Jerry Kina ketika berkunjung ke Papua juga mengapresiasi kemajuan pembangunan di Papua yang sangat pesat, karena hal ini akan berpengaruh juga terhadap warga PNG yang berada di perbatasan PNG-RI. Sekarang ini banyak sekali warga PNG menyeberang ke wilayah RI untuk melakukan perdagangan, khususnya sembako, karena di Papua ini harga barang lebih murah dibanding dengan PNG. Hal tersebut sangat membantu masyarakatnya sehingga dengan pesatnya pembangunan di Papua ini maka kesejahteraan masyarakat juga meningkat. http://www.kodam17cenderawasih.mil.id/berita/walikota-vanimo-png-mr-jerry-kina-mengapresiasikan-pesatnya-pembangunan-di-papua-dan-papua-barat/ ).

Selain kerja sama dalam bidang perdagangan dan perekonomian, kerja sama multilateral Indonesia dengan MSG ini juga dalam bidang politik, hukum dan keamanan. Hal ini terbukti pada 7-8 Januari 2014 yang lalu, Sesmenko Polhukam, Letjen TNI Langgeng Sulistiyono, bersama delegasi melaksanakan kunjungan kerja ke Suva, Fiji dalam rangka menyerahkan bantuan bagi pembangunan Regional Police Academy Melanesian Spearhead Group. (http://www.polkam.go.id/Berita/tabid/66/mid/394/newsid394/445/language/en-US/Default.aspx).

Hasil dari keputusan MSG Leaders Summit ke-19 yang digelar pada 19 Juni 2013 lalu di Noumea, New Kaledonia, akan melaksanakan kunjungan kerja ke Indonesia pada Januari 2014 ini dalam rangka “Promoting Economic Ties & Development Cooperation”. Hal ini dikarenakan melihat bahwa perkembangan pembangunan perekonomian di Indonesia semakin pesat, khususnya di Papua. Selain itu menurut MSG, Indonesia juga sangat positif memberlakukan UU Otonomi Khusus di mana terdapat penghargaan atas hak-hak asli orang Papua. 98 persen pejabat pemerintah di Papua dan Papua Barat adalah Orang Asli Papua. Bahkan, dalam UU Otonomi Khusus, secara tegas mengatur bahwa hanya Orang Asli Papua saja yang bisa dipilih sebagai Gubernur di dua provinsi paling timur Indonesia ini.

MSG juga menilai Indonesia sangat serius dalam hal memajukan Papua dengan program-program yang mendukung pembangunan di segala lini. Apa yang disampaikan oleh delegasi MSG dan beberapa Perdana Menteri Negara MSG beberapa waktu lalu itu, bukanlah hasil rekayasa. Karena faktanya, mereka sudah melihat banyak hal yang dibuat oleh Pemerintah Indonesia bersama Pemprov dan lembaga-lembaga lainnya untuk memajukan dan mensejahterakan Papua. Pembangunan terus dipacu, peningkatan SDM terus dilakukan, keunikan budaya Papua, tradisi dan keragaman bahasa serta ekspresi budaya terus dijaga dan dilestarikan. Saat ini pula telah dipersiapkan Otsus Plus, membentuk Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B), dan berbagai program memajukan pendidikan. Bahkan apabila ditinjau dari hasil kajian pihak KPwBI (Kantor Perwakilan Bank Indonesia) di Papua pertumbuhan perekonomian Papua sungguh menggembirakan, yaitu sebesar 17,58 persen, di mana angka tersebut lebih besar dari pertumbuhan ekonomi nasional, yaitu sebesar 5,62 persen. (http://bintangpapua.com/index.php/lain-lain/k2-information/ekonomi/item/10531-bi--pertumbuhan-perekonomian-papua-menggembirakan)

Dengan demikian, kedatangan delegasi MSG ke Indonesia, khususnya ke Papua akan menyaksikan sendiri dari dekat pembangunan di Papua yang demikian pesat. Sangat wajar bila kehadiran negara-negara MSG ke Indonesia sekaligus menjadikan Indonesia sebagai modelling dalam pembanguna, membina hubungan dan kerja sama yang baik guna pembangunan di kawasan regional, serta belajar bagaimana pesatnya pembangunan di wilayah Republik Indonesia. (fars/psy)

Kamis, 09 Januari 2014

SATU OPM TEWAS KONTAK TEMBAK DENGAN TNI/POLRI



TIMIKA – Salah satu kelompok TPN/OPM dilaporkan tewas setelah terjadi kontak senjata antara tim gabungan TNI/Polri dan kelompok TPN/OPM di daerah Tanggul Timur, Kali Kopi, Kabupaten Mimika, Kamis (9/14) sore sekitar pukul 17.30 WIT.

Juru Bicara Polda Papua, Kombes (Pol) Sulistyo Pudjo Hartono, SiK., saat dikonfirmasi melalui via telephone selulernya, membenarkan adanya kontak senjata antara tim gabungan TNI/Polri dan kelompok kriminal bersenjata.

“Memang di daerah Tanggul Timur Kali Kopi, Kabupaten Mimika telah terjadi Kontak senjata, dan salah satu dari kelompok mereka tewas tertembak, sementara identitasnya masih belum diketahui,” kata Kabid Humas tadi malam.

Selain tewas salah satu dari kelompok kriminal bersenjata tersebut, Kabid Humas mengungkapkan, aparat juga berhasil mengamankan sejumlah barang bukti, berupa 1 pucuk senjata laras panjang merek M-16 beserta 3 buah Magazen M-16. Sementara jenazah kelompok tersebut belum dievakuasi karena kondisi malam hari.

Mengenai kronologis penembakan itu, Kabid Humas menjelaskan, awalnya tim pasukan gabungan TNI/Polri sedang melakukan patroli di daerah yang diduga sering didatangi kelompok kriminal besenjata. Setibanya di lokasi kejadian tiba-tiba ditembaki oleh kelompok tersebut. Saat itu pula, tim gabungan langsung membalas tembakan ke arah kelompok kriminal bersenjata kurang lebih 10 menit, namun tidak lama kemudian kelompok tersebut langsung melarikan diri dari lokasi hingga aparat langsung melakukan pengejaran dan mengecek lokasi tempat dilakukannya penembakan itu.

“Setelah berhasil menguasai lokasi kejadian, tim gabungan langsung menuju ke lokasi dan berhasil menemukan salah satu dari kelompok mereka tewas tertembak dengan mengamankan senjata yang diduga hasil rampasan milik aparat keamanan,” pungkasnya

Kontak senjata ini juga dibenarkan pihak Kodam XVII/Cenderawasih. Dalam press releasenya kemarin malam pihak Kodam mengatakan, TNI Yonif 754 gabungan Polri berhasil rebut 1 pucuk senjata M-16 dan menembak mati 1 orang anggota KSB hingga tewas.
Kontak tembak tersebut terjadi setelah prajurit TNI Yonif 754 gabungan Polri melaksanakan patroli dan mendapat informasi dari masyarakat bahwa ada sekelompok orang membawa senjata api. Setelah itu tim gabungan TNI/Polri melakukan patroli menuju tempat yang diinformasikan dari masyarakat, yaitu menuju Tanggul Timur, dan di situlah terjadi baku tembak antara tim Gabungan TNI Yonif 754/Polri dengan Kelompok Sipil Bersenjata (KSB). Setelah situasi aman tim Gabungan TNI/Polri melaksanakan penyisiran dan didapati satu orang dari Kelompok Sipil Bersenjata (KSB) terkena tembakan dan tewas di tempat serta mengamankan 1 pucuk senjata laras panjang jenis M-16 tersebut.

Setelah kejadian tersebut sampai dengan malam ini situasi dan kondisi di Timika sudah kembali aman terkendali. Masyarakat sekitar sangat mengapresiasi patroli gabungan TNI/Polri yang berhasil menumpas KSB yang sering menamakan dirinya OPM tersebut. Warga sering dibuat resah dan dilanda ketakutan atas berbagai insiden penembakan yang sering terjadi di Timika, yang merupakan ulah dari kelompok ini. Penumpasan kelompok ini diharapkan dapat menjadikan Timika sebagai kota yang aman dan damai. (fars)

Senin, 06 Januari 2014

PENEMBAKAN (LAGI) OLEH OPM MENGAWALI TAHUN 2014: TINJAUAN PSIKOLOGIS



Awal tahun 2014 ini sekali lagi kita disuguhkan oleh tindak kekerasan yang dialami saudara-saudara kita yang ada di Papua. Belum lama kita dikejutkan oleh penyerangan OPM ke Pos Polisi kemarin (4/1) yang berada di Kulirik, Puncak Jaya. Pos Polisi tersebut diserang oleh Telenggen bersaudara yaitu Leka dan Tengamati Telenggen yang berasal dari kelompok Yambi, pimpinan Goliat Tabuni dengan kerugian di pihak Polisi 8 pucuk senjata serta 135 amunisi.

Selang beberapa hari pula dari penyerangan tersebut, pagi tadi (7/1) sekitar pukul 08.30 WIT terjadi pula penembakan terhadap masyarakat sipil Kab. Puncak Jaya. Penembakan terjadi di Komplek SMA Wuyuneri Kab. Puncak Jaya Papua. Korban dalam peristiwa itu adalah tukang ojek yang sedang mencari nafkah di sekitar Komplek SMA Wuyuneri. Saat ini kondisi korban telah meninggal dunia dan dievakuasi ke RS. Mulia. Pelaku diduga adalah lagi-lagi kelompok OPM yang sama dan kerap beraksi di Puncak Jaya. Kelompok ini selalu menimbulkan rasa takut dan kecemasan bagi warga sipil di Kab. Puncak Jaya.


WEAPON EFFECT DAN AGRESI

Terlepas dari pelaku penembakan adalah dari kelompok yang sama atau tidak, yang jelas kejadian beruntun ini menimbulkan rasa takut dan khawatir bagi masyarakat sipil yang ada di Puncak Jaya. Terlebih setelah kejadian perampasan senjata api berikut amunisinya oleh kelompok OPM, membawa dampak euphoria tersendiri bagi kelompok tersebut. Hal ini tentu saja akan menimbulkan kejadian-kejadian baru sebagai efek dari perampasan senjata dan amunisi tersebut terhadap masyarakat sipil Papua yang berada di wilayah Puncak Jaya.

Euphoria yang berlebihan dari kelompok tersebut akibat dari kepemilikian senjata rampasan menimbulkan weapon effect yang rentan mempengaruhi psikologis para pemegang senjata. Para ahli psikologi kognitif sudah lama melihat bahwa senjata memiliki efek bagi penggunanya. Weapon effect ini membawa dampak bahwa dengan adanya senjata, bahkan sekedar gambar senjata saja, dapat memunculkan perilaku agresif pada orang tersebut. Beberapa penelitian pula telah membuktikan bahwa ada hubungan yang kuat antara penggunaan senjata dan perilaku agresi. Menurut Berkowitz (1984), ahli psikologi kognitif, perilaku agresi muncul karena gambaran itu sudah ada dalam pikiran kita, kemudian diaktivitasi oleh stimulus yang ada. Senjata menjadi stimulus untuk memicu respon agresif.

Berdasarkan asumsi Berkowitz tersebut tentunya kontrol atau pembatasan terhadap penggunaan senjata akan mengurangi perilaku agresi. Penelitian yang mendukung asumsi ini adalah ketika Negara Jamaika pada tahun 1974, mulai melarang penggunaan senjata pada masyarakat sipil, maka tingkat kejahatan menurun drastis. Kejahatan dengan pembunuhan menurun 14 %, tingkat perkosaan menurun 32 %, perampokan menurun 25 %, dan penembakan menurun sebesar 37 % (Diener & Crandall, 1979).


STOP PENEMBAKAN
Kontrol atau pembatasan terhadap penggunaan senjata tentu akan mengurangi perilaku agresi. Hal inilah yang mau tidak mau harus dilakukan adalah para pihak berwenang. Kontrol atau pembatasan penggunaan senjata oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab sepenuhnya wewenang aparat TNI/Polri sebagai fungsi pertahanan dan keamanan di tanah air.

Goliat Tabuni dan pengikutnya merupakan kelompok OPM yang secara terang-terangan melakukan perlawanan terhadap TNI/Polri. Perilaku weapon effect mereka hanya tinggal menunggu korban berikutnya dari masyarakat sipil yang tidak berdosa. Setelah mendapatkan senjata yang tidak sedikit berikut amunisi nya berdampak pada stimulasi emosi yang menimbulkan euphoria yang mendorong mereka terus melakukan tindakan agresi. Beberapa waktu lalu Pos Polisi yang diserang. Hari ini tukang ojek yang harus berpeluh keringat untuk menghidupi anak istrinya yang menjadi korban. Besok kita tinggal tunggu lagi aksi berikutnya yang meresahkan warga sebagai efek domino dari weapon effect kelompok OPM tersebut.

Tindakan kelompok OPM ini sudah meresahkan masyarakat Puncak Jaya dan mempengaruhi sendi kehidupan bermasyarakat di sana. TNI/Polri hadir di sana untuk menciptakan rasa aman dan damai bagi masyarakat Puncak Jaya. Untuk itu TNI/Polri hendaknya melakukan tindakan tegas terhadap kelompok ini agar mereka bersedia meletakkan senjata. Warga masyarakat juga sangat menentang kelompok ini yang menciptakan rasa tidak aman bagi masyarakat Puncak Jaya. Jangan ada lagi korban masyarakat sipil yang tidak berdosa. Masyarakat hanya ingin hidup damai dan tenteram di tanahnya sendiri. (fars/psy)