PAPUA INDAH DAN DAMAI

Menyuarakan kedamaian dan keindahan bumi Papua untuk bangsa ini...

Tanahku Papua

Papua, Indonesia kecilku...

Jayapura City

...ibukota Papua yang memikat di malam hari...

Festival Lembah Baliem

budaya luhur suku Dani, Lani, dan Yali sebagai lambang kesuburan dan kesejahteraan

Cenderawasih

burung khas Papua sebagai 'bird of Paradise'

Tawa Papua

potret dari keceriaan anak-anak di Papua

Raja Ampat

gugusan pulau yang indah dan exotic

Halaman

Kamis, 27 Februari 2014

SETELAH TEMBAK WARGA, OPM BAKAR HONAI

red

Puncak Jaya – Seperti diberitakan sebelumnya bahwa Kelompok Kriminal yang menamakan dirinya Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali melakukan aksi teror dan gangguan terhadap warga sipil dan aparat keamanan. Teror yang mereka lakukan kali ini adalah di wilayah Mulia, Puncak Jaya pada 27/2/2014.

Setelah melakukan gangguan dengan menembak secara membabi buta terhadap Pos TNI AD dan Pos Bandara / Paskhas sekitar pkl.10.10 WIT dari arah ketinggian di belakang pos, menyebabkan seorang warga sipil berjenis kelamin perempuan, a.n Agustina Gire, 35 tahun, asal Kp. Wuyuneri, yang saat itu berada di sekitar Pos terkena tembakan. Beruntung korban bisa diselamatkan dan dilarikan ke rumah sakit terdekat oleh warga dan aparat keamanan setempat, karena korban tersebut terserempet peluru di bagian kaki kirinya.

Setelah meneror warga Kp.Wuyuneri, gerombolan OPM tersebut dikabarkan melarikan diri menuju Kp. Towogi dan Kp.Kowi. Sampai berita ini diturunkan pihak aparat gabungan TNI/Polri masih melakukan pengejaran terhadap pelaku teror dari gerombolan OPM tersebut. Hal ini dilakukan karena diperoleh informasi bahwa gerombolan OPM tersebut melanjutkan aksi teror kembali dengan membakar honai-honai warga Kp. Towogi yang dianggap tidak berpihak kepada OPM.

Informasi dari seorang warga Kp.Towogi mengatakan bahwa honai-honai mereka dibakar karena warga dianggap tidak berpihak kepada OPM. Warga diusir dari kampung tersebut dan diancam dengan segala bentuk kekerasan karena tidak mendukung aksi yang dilakukan oleh gerombolan OPM tersebut.

Warga juga mengatakan bahwa gerombolan OPM kerap melakukan aksi-aksi yang mengganggu keamanan warga sekitar. Warga di Mulia berharap agar aparat keamanan dapat menghentikan dan menangkap para pelaku kriminal bersenjata tersebut yang kerap meneror dan bahkan membakar honai warga sipil tidak berdosa di Mulia, Papua. (red)

Rabu, 26 Februari 2014

OPM kembali Tembak Warga Sipil di Mulia

foto ilustrasi 
Puncak Jaya – Penembakan terjadi lagi pada 27/2/2014 sekitar pkl.10.10 WIT di Mulia, Puncak Jaya . Kelompok Kriminal yang menamakan dirinya Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali melakukan aksi teror dan gangguan terhadap warga sipil dan aparat keamanan yang sedang bertugas di sana. Teror yang mereka lakukan kali ini adalah di wilayah Kp.Wuyuneri, Mulia, Puncak Jaya.

Kronologis kejadian tersebut terjadi pada pagi hari saat gerombolan OPM melakukan gangguan dengan menembak secara membabi buta terhadap Pos TNI AD dan Pos Bandara / Paskhas dari arah ketinggian di belakang pos. Akibat dari rentetan tembakan yang membabi buta tersebut, seorang warga sipil berjenis kelamin perempuan, a.n Abitine Gire, 30 tahun, asal Kp. Wuyuneri, yang saat itu berada di sekitar Pos terkena tembakan. Pada saat itu korban bisa diselamatkan dan dilarikan ke rumah sakit terdekat oleh warga dan aparat keamanan setempat, karena korban tersebut terserempet peluru di bagian kaki kirinya.

Informasi yang didapat dari warga mengatakan bahwa korban masih bisa diselamatkan karena peluru yang berasal dari senjata api OPM tersebut hanya menyerempet betis kiri korban. Selain meneror warga Kp.Wuyuneri, gerombolan OPM ini juga menembaki Pos milik TNI dari Yonif 753/AVT yang saat itu sedang bertugas memberikan bantuan keamanan kepada Polri.

Sampai berita ini diturunkan pihak aparat gabungan TNI/Polri masih melakukan pengejaran terhadap pelaku teror dari gerombolan OPM tersebut hingga ke Kp. Towogi dan Kp. Kowi.

Informasi dari seorang warga Kp.Wuyuneri yang saat ditemui turut membantu mengevakuasi korban mengatakan bahwa mereka merasa terancam dan tidak aman selama gerombolan OPM tersebut masih berkeliaran. Gerombolan tersebut kerap melakukan aksi-aksi yang mengganggu keamanan warga sekitar. Warga di Mulia berharap agar aparat keamanan setempat dapat menangkap para pelaku penembakan tersebut yang kerap membuat resah dan meneror warga sipil tidak berdosa di Mulia, Papua. (red)

Minggu, 23 Februari 2014

POLITIK ADU DOMBA

ilustrasi adu domba (red)
Politik adu domba telah terkenal dimainkan oleh KNPB dan merupakan warisan sejak zaman penjajahan Belanda. KNPB kerap memainkan politik devide et impera dalam setiap kegiatannya. Ini adalah sebuah strategi yang digunakan oleh pemerintah penjajahan Belanda di saat menjajah Indonesia. Hal yang sama dari teori devide et impera sedang digunakan oleh KNPB, sebuah organisasi tanpa bentuk dan ilegal di tanah Papua yang damai, untuk melanjutkan aksi brutalnya demi kepentingan pribadi dan kelompoknya. Politik adu domba digunakan untuk mempertahankan kekerasan dan brutalisme yang banyak dilakukan oleh organisasi invalid sekelas KNPB.

Secara prinsip, praktik politik adu domba adalah memecah belah dengan saling membenturkan kelompok besar yang dianggap memiliki pengaruh dan kekuatan. Tujuannya adalah agar kekuatan tersebut terpecah-belah menjadi kelompok-kelompok kecil yang tak berdaya. Dengan demikian kelompok-kelompok kecil tersebut dengan mudah dilumpuhkan dan dikuasai.

Unsur-unsur yang digunakan dalam prakteknya oleh KNPB adalah; (1) menciptakan atau mendorong perpecahan dalam masyarakat sehingga menimbulkan chaos dalam masyarakat; (2) memutarbalikkan fakta yang terjadi sebenarnya dengan harapan masyarakat bisa dipengaruhi akan berita bohongnya; (3) melakukan aksi-aksi kekerasan dan brutal yang mengatasnamakan rakyat; (4) dalam setiap aksi sering melakukan pemalangan jalan dengan harapan menggalang massa lebih banyak, yang mana masyarakat sendiri tidak simpati; (5) melakukan pemukulan, pembunuhan, dan pengeroyokan yang membabi buta terhadap masyarakat sipil tidak berdosa.

Di negara barat seperti Belanda, dan negara-negara lain politik devide et impera sudah lama tak digunakan lagi. Mereka saat ini menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM). Namun justru oleh organisasi tak berbentuk seperti KNPB politik itu digunakan dalam setiap melakukan aksi tak berizinnya. Polik adu domba saat ini kental dilakukan sehingga sering mengakibatkan orang Papua menjadi korban aksinya. Alih-alih mengatasnamakan rakyat, namun rakyat mana yang dibawa kita tidak tahu. Masyarakat Papua saat ini sudah semakin cerdas dan tidak dengan serta-merta mau diperbudak oleh fitnah yang selalu disebarkan KNPB. Masyarakat saat ini sudah mengerti dan semakin paham akan politik yang dilakukan KNPB yang membenturkan orang Papua dengan saudaranya sendiri. Hal ini sangat tidak manusiawi mengingat orang Papua sangat cinta akan kedamaian.

Siapa saja bisa dijadikan domba aduan, dari warga masyarakat biasa sampai warga kelas atas bisa jadi objek sasaran. Ulah KNPB juga mengakibatkan sesama organisasi gerakan, sesama orang tua sampai dengan sesama masyarakat menjadi saling serang, seperti perang suku di Timika dan antara dewan adat Papua dan LMA. Beberapa organisasi yang ada di masyarakat tak lepas dari aksi fitnah dan propaganda negatif nya. Organisasi sekelas LMA, Barisan Merah Putih, LMRI, dan milisi –milisi yang di dalamnya yang terdiri dari orang Papua, tak luput dari propaganda negatif oleh KNPB. Organisasi-organisasi ini sengaja digembosi dengan menciptakan opini oleh karena tidak sepakat dengan aksi brutal KNPB. Organisasi ini dijadikan sasaran empuk pemberitaan negatif KNPB untuk mewujudkan politik devide et impera nya.

Pemerintah telah berupaya menciptakan masyarakat yang damai dengan melakukan pendekatan kepada kepala-kepala suku, RT/RW, agar pertikaian di masyarakat dapat terhindari sebagai akibat dari ulah KNPB. Pemicu perpecahan di masyarakat gara-gara masalah kecil bisa berkembang menjadi konflik yang besar, dan ini dapat menjadi objek pemberitaan KNPB guna menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Perbedaan agama, suku, dan sebagainya bisa dimanfaatkan oleh KNPB untuk menimbulkan perpecahan dalam masyarakat di Papua.

Kita sudah banyak melihat buktinya terjadi sehari-hari. Dan untungnya media massa tidak terpengaruh akan propaganda negatif yang diciptakan KNPB. Inikah yang dimaksud dengan demokrasi yang sering diagung-agungkan KNPB untuk mencari pembenaran akan aksinya? KNPB banyak berteriak demokrasi, sedangkan mereka sendiri mencoreng demokrasi tersebut.

Dalam politik adu domba, konflik sengaja diciptakan dengan harapan timbulnya perpecahan dalam masyarakat. Perpecahan tersebut dimaksudkan untuk mencegah terwujudnya Papua yang damai. Dan inilah yang menjadi tujuan pokok dari KNPB, agar Papua terlihat chaos sehingga menjadi perhatian banyak pihak. Pihak-pihak atau orang-orang yang tidak bersedia bekerja sama dengan KNPB akan dianggap seperti iblis dan setan yang harus dibasmi. Inilah akar dari organisasi yang sampai saat ini tidak pernah berizin dan akan tidak diizinkan ada di dunia mana pun.

Ketidakpercayaan terhadap pimpinan atau suatu kelompok sengaja diciptakan agar pemimpin atau kelompok tersebut tidak tumbuh besar dan solid. Adakalanya tidak hanya ketidakpercayaan, bahkan permusuhan pun sengaja diciptakan oleh KNPB. Teknik yang digunakan adalah agitasi, propaganda, desas-desus, bahkan fitnah. Praktik seperti itu tumbuh subur saat ini.

Selain melakukan aksi-aksi brutal, KNPB kerap menganggap orang Papua yang tidak mendukung mereka sebagai pengkhianat. Padahal jelas-jelas organsasi tanpa bentuk ini, siapa pun orang nya tentu tidak akan simpatik karena mendasari kekerasan atas visi misinya. Apabila tidak ikut dalam memberi dukungan terhadap aksi KNPB, akan dikondisikan dengan sebutan mengkhianati bangsanya sendiri. Inilah yang sudah menjadi rahasia umum sehingga masyarakat Papua yang cinta damai tidak gampang terpengaruh dengan ulah KNPB.

Di tengah masyarakat kita dewasa ini, di tengah era informasi yang sangat liberal, praktek adu domba menjadi senjata ampuh bagi KNPB dalam memecah belah masyarakat di Papua. Kita secara vulgar disuguhi berita-berita negatif tentang kegagalan pemerintah, perseteruan antar kelompok untuk memperebutkan kekuasaan, saling tuding, saling caci-maki, saling sikut dengan intrik-intrik politik yang sangat kasar dan kejam. Penggiringan isu, disadari atau tidak, dilakukan sedemikian rupa untuk saling menghancurkan orang Papua. Hal inilah yang menjadi ciri dari KNPB dalam memperjuangkan setiap kepentingan nya yang lebih kepada kepentingan pribadi dan kelompoknya.

Untuk itu bagi kita masyarakat Papua, perlu kritis dan waspada terhadap isu atau gosip yang berkembang dan cenderung dihembuskan oleh KNPB. KNPB akan selalu menggunakan politik adu domba di tanah Papua dengan menggunakan isu-isu yang tidak bertanggung jawab untuk menghancurkan negara ini. Maka itu kita tidak ingin dijadikan domba aduan oleh siapapun dan pihak manapun termasuk KNPB. Masyarakat di Papua tentunya tidak akan termakan isu-isu yang sengaja dilemparkan untuk memecah belah orang Papua, demi tegaknya perdamaian dan pembangunan seutuhnya di tanah Papua. (red)

Rabu, 19 Februari 2014

SEJARAH DAN PERJALANAN PAPUA

Pada saat bala tentara Jepang mulai berhasil dipukul mundur oleh tentara Amerika pada tahun 1944 maka Jenderal Douglas Mac Arthur mendirikan markas besarnya di Sentani, Papua. Bahkan selama berada di Papua Jenderal Douglas Mac Arthur membangun pangkalan Angkatan Udara yang mana fasilitas itu hingga kini masih digunakan sebagai airport terbesar di Provinsi Papua.

Monumen Mac. Arthur

pendaratan pasukan pimpinan Mac Arthur
Ketika bala tentara Jepang berhasil dikalahkan pada tanggal 13 Agustus 1945 selanjutnya mereka lalu dilucuti oleh tentara sekutu dan NICA (Netherland Indische Company Administration). Akan tetapi ketika Belanda ingin menjajah lagi, Indonesia kemudian menyatakan diri telah merdeka dan menjadi negara berdaulat.


Melalui perjuangan politik dan bersenjata akhirnya pada tanggal 27 Desember 1949 Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia yang meliputi bekas jajahan Hindia-Belanda (kecuali Papua Barat), dengan catatan bahwa dalam setahun sejak penyerahan kedaulatan akan dibicarakan tentang penyerahan Papua Barat antar RI dan Belanda.

Karena sampai hampir setahun lebih Belanda tidak pernah memperlihatkan niat baiknya untuk mengembalikan Papua sesuai dengan yang dijanjikannya dalam KMB (Konferensi Meja Bundar) di Denhaag, maka presiden Soekarno mulai melakukan lobi internasional. 

Pada tahun 1957 Presiden Soekarno mulai mendesak PBB agar menekan Belanda untuk mengembalikan Niuw Guinea atau West Papua kepada Indonesia. Pendekatan yang digunakan oleh Soekarno yaitu bangsa Papua adalah juga masyarakat Indonesia seperti saudara-saudaranya di Maluku Utara.

Sejak 1954 – 1957 pemerintah Indonesia memasukan masalah Papua Barat ke sidang umum PBB namun tidak ada tindakan konkrit yang diambil PBB. Bahkan Belanda malah memasukkan Papua Barat menjadi salah satu provinsinya dengan sebutan Nedherlans Nieuw Guinea, sehingga Perdana Meteri Ali Sastrowardoyo membentuk pemerintahan kontra yang bernama pemerintahan Irian Barat Soa Siu yang meliputi Tidore sampai Irian Barat. 

Sebagai upaya propaganda kepada masyarakat Papua pada tanggal 17 Agustus 1956 kabinet Ali II membentuk pemerintahan Irian Barat di Soa Siu Maluku Utara (nama “Soa Siu” kemudian diadopsi jadi nama kantor Gubernur Provinsi Papua di jalan dok-2 Jayapura ) 


Menyambut pembentukan Provinsi Irian Barat di Soa Siu, TNI lalu mendirikan pemancar radio gerilya di pulau tersebut guna melancarkan propaganda kepada masyarakat Papua tentang pembentukan Provinsi tersebut.

Di samping itu Indonesia kemudian juga giat menginfiltrasikan para gerilyawan untuk memasuki wilayah Papua Barat yang masih dikuasai oleh Belanda, walaupun upaya tersebut sering menemui kegagalan dan kerugian.

Presiden Soekarno lalu memerintahkan KSAP (Kepala Staf Angkatan Perang) Jenderal AH. Nasution untuk menyiapkan mobilisasi umum APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia) untuk merebut Papua Barat / West Papua. 

Sejak itu mobilisasi besar-besaran mulai dilaksanakan oleh ADRI, ALRI, AURI dan POLRI, termasuk mencari dukugan kepada blok timur (Pakta Warsawa) dan juga kepada blok barat (NATO). Seakan tidak mau kalah dengan intimidasi Republik Indonesia, maka Belanda kemudian menyiapkan cadangan strategis angkatan lautnya, termasuk di antaranya adalah mengerahkan kapal induk Hr. Ms Karel Doorman dan sejumlah kapal jenis destroyer di Papua Barat.

Pada tahun 1960 pemerintah Belanda di bawah Perdana Menteri, Joseph Luns, menyadari bahwa mereka semakin terdesak oleh tekanan dari pemerintah Republik Indonesia di bawah kepemimpinan Soekarno untuk segera mengembalikan Papua kepada Republik Indonesia. 

Belanda lalu membuat negara boneka yang diberi nama “West Papua atau Papua Barat” dengan lagu kebangsaaan “Hai Tanahku Papua” dan dengan lambang negaranya yaitu “Burung Mambruk” serta nama bangsa adalah “Papua” 

Pada tanggal 1 Desember 1961, bendera Bintang Kejora tersebut lalu dikibarkan sejajar dengan bendera Belanda, dan lagu Hai Tanahku Papua dinyanyikan bersamaan dalam peristiwa tersebut (namun dokumentasi tentang peristiwa pengibaran bendera bintang kejora dengan diiringi oleh menyanyikan lagu Hai Tanahku Papua tidak pernah ditemukan). 

Bersamaan dengan itu Belanda juga membentuk Batalyon sukarela Papua yang berkedudukan di Arfiai Manokwari dengan kantor Mayon menggunakan barak Marinir Belanda (di kemudian hari batalyon ini menjadi cikal bakal dari munculnya TPN-OPM). 

Menjawab semua langkah politik Belanda tersebut presiden Soekarno lalu menjawab dengan mencetuskan Trikora (Tri Komando Rakyat) pada tanggal 19 Desember 1961 di Yogyakarta, yang isinya sbb : 

1) Gagalkan pembentukan negara Papua buatan Belanda kolonial. 

2) Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat tanah air Indonesia. 

3) Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa. 

Perselisihan antara RI dan Belanda terus memuncak sehingga presiden John F. Kennedy mengirim surat kepada PM Belanda Joseph Luns untuk menerima perundingan dengan RI. Katanya, jika gagal perundingan akan terjadi perang dan Belanda tidak mungkin memenangkan perang itu, sehingga komunis (Uni Sovyet dan sekutunya) yang akan mendapat angin di Asia Tenggara 

Belanda menolak dan menuduh Amerika tidak setia kawan serta mengingkari janjinya untuk membantu. Belanda lalu mencari dukungan kepada Inggris, akan tetapi Inggris pun menasehati untuk terus berunding. Sehingga untuk menekan Belanda agar mau berunding maka presiden Soekarno lalu membentuk operasi mandala dengan mengangkat Mayjen Soeharto sebagai Panglimanya, Kolonel Laut Sudomo sebagai Wapang, Kolonel Udara Watimena sebagai Wapang, dan Kolonel Achmad Tahir sebagai Kasgab. 

Untuk memaksa Belanda memasuki meja perundingan, Panglima Mandala Mayjen Soeharto lalu menginfiltrasikan pasukan-pasukan gerilya RPKAD, ALRI, dan Polri menyusup ke wilayah Papua Barat. Infiltrasi dilakukan dengan cara menerjunkan mereka di tengah hutan atau menyusupkan mereka melalui kapal laut. 

Panglima mandala juga menginfltrasikan pasukan DPC (Detasemen Pasukan Chusus) yang disusupkan dengann kapal selam ke Hollandia (sekarang Jayapura) sebagai ibu kota Nieuw Guinea (sekarang provinsi Papua). Di mana pasukan “DPC” yang dilatih Benny Moerdani ini kelak menjadi cikal bakal satuan Sandi Yudha Kopassus pada saat ini. 

Puncak konfrontasi antar kekuatan militer Belanda dan Indonesia adalah kejadian pertempuran laut di wilayah laut Arafuru, di mana tiga MBT (Motor Boat Tjepat) yang akan melakukan infiltrasi disergap oleh sebuah kapal perusak angkatan laut Belanda. Dalam pertempuran laut tersebut Comodor Laut Yos Sudarso gugur sebagai pahlawan bersama tenggelamnya Motor Boat Tjepat (MBT) yang dinahkodainya 

Agar tidak terjadi perang terbuka maka presiden Amerika Serikat Jhon F. Kennedy kemudian menulis surat dan mengutus adiknya Robert Kennedy untuk bertemu langsung (guna menekan) Perdana Menteri Belanda Joseph Luns agar menerima perundingan dengan pemerintah RI terkait masalah Nieuw Guinea. 

Trikora merupakan momentum politik yang penting, sebab dengan Trikora maka pemerintah Belanda dipaksa untuk menandatangani perjanjian PBB yang dikenal dengan perjanjian New York (New York Agreement) pada tanggal 15 agustus 1962 mengenai West Papua 

Supaya pemerintah Belanda tidak malu maka penyerahan Nieuw Guinea kepada Indonesia dilakukan melalui penyerahan tanggung jawab administrasi pemerintahan wilayah tersebut kepada Untea pada tanggal 1 mei 1962 

Untea hanya 8 bulan berada di Papua dan pada tanggal 1 Mei 1963 pemerintah Indonesia lalu menggambil alih wilayah tersebut dan mengganti namanya menjadi Irian Jaya. 

Mendagri Amir Machmud dan wakil Untea Ortiz Sanz ketika mengesahkan hasil Pepera

Menurut pasal XVIII perjanjian New York (Indonesia-Belanda) tahun 1962, menurut ketentuan rinci mengenai pelaksanaan hal penentuan nasib sendiri (Act Of Free Choice) yang diatur untuk dibuat oleh Indonesia dengan “nasehat, bantuan dan partisipasi” PBB yang meliputi 4 butir, sebagai berikut : 

1) Konsultasi atau musyawarah dengan 9 dewan perwakilan mengenai prosedur dan cara-cara untuk mengetahui kebebasan pernyataan kehendak rakyat. 

2) Dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh persetujuan tersebut, ditentukanlah tanggal yang pasti untuk pelaksanaan Act of Free Choice. 

3) Suatu formulasi yang jelas sehinga penduduk menentukan apakah mereka ingin tetap bergabung dengan Indonesia atau memutuskan hubunagn mereka dengan Indonesia. 

4) Suatu jaminan bagi semua penduduk pribumi untuk ikut memilih dalam rangka penentuan nasib sendiri yang akan dilaksanakan sesuai dengan praktek internasional. 

Guna merebut simpati masyarakat Papua dan untuk menjaga suksesnya pelaksanaan Papera (Act of Free Choice) maka pasukan elit RPKAD diterjunkan ke dalam suku-suku terasing di wilayah pedalaman Papua 

Dalam pelaksanaan tugasnya di lapangan beberapa anggota RPKAD bahkan menjadi korban pembantaian dari suku-suku terasing yang berhasil diprovokasi oleh OPM. 

Dikarenakan letak pemukiman masyarakat Papua yang pada saat itu masih banyak berada di daerah-daerah terisolasi dan ditambah situasi Sumber Daya Manusia yang pada saat itu belum banyak mengenal kemampuan baca tulis, sehinga pelaksanaan Papera (Act of Free Choice) di beberapa daerah dilakukan dengan cara melakukan pemungutan suara yang diwakili oleh beberapa orang kepala suku. 

Sejak Oktober 1962 bendera PBB berkibar berdampingan dengan Sang Merah Putih, namun pada tanggal 1 Mei 1963 bendera PBB diturunkan dan Sang Merah Putih tetap berkibar di Papua sampai hari ini. 

Kesimpulan 

1. Bendera bintang kejora, lambang burung mambruk, TPN OPM adalah buatan Belanda dan disahkan oleh Belanda 

2. Negara boneka Nieuw Guinea atau Papua Barat adalah negara boneka bentukan Belanda yang dijadikan “bom waktu” guna tetap menjadikan konflik berkepanjangan ketika Papua bergabung dengann NKRI hingga hari ini. 

3. Bendara bintang kejora, lagu hai tanahku papua dan lambang burung mambruk bukanlah simbol-simbol daerah kebanggaan Papua (seperti yang pernah dikatakan oleh Theys Hiyo Elluay dan dibenarkan oleh Gus Dur), tetapi semua itu hanyalah simbol-simbol ciptaan Belanda yang diresmikan oleh gubernur Nieuw Guinea Belanda pada tanggal 20 November 1961 guna memprovokasi masyarakat Papua agar tidak mau bergabung dengan NKRI. 

4. Integrasi Papua Barat / Irian Barat telah final dengan adanya resolusi PBB yang dicetuskan dalam New York Agreement 

5. Pelaksanaan Act of Free Choice / Papera (Penentuan Pendapat Rakyat) tidak dapat dilaksanakan “One Man One Vote” dikarenakan letak pemukiman masyarakat Papua yang pada saat itu masih banyak berada di daerah-daerah terisolasi dan ditambah situasi Sumber Daya Manusia yang pada saat itu belum banyak mengenal kemampuan baca tulis, sehinga pelaksanaan Papera (Act of Free Choice) di beberapa daerah dilakukan dengan cara melakukan pemungutan suara yang diwakili oleh beberapa orang kepala suku.

6. Jelas bahwa persetujuan New York sebagai dasar hukum internasional pelaksanaan penentuan nasib sendiri, tidak menyebutkan diberlakukannya prinsip satu orang satu suara atau “ One Man One Vote” dalam Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) di Irian. Persetujuan New York juga telah dibuat sedemikian rupa guna menjamin tranparasi pelaksanaan penentuan nasib sendiri dengan memasukan unsur nasehat, bantuan, dan partisipasi PBB serta pelaporan PBB kepada masyarakat internasional melaui Majelis Umum PBB. 

7. Sebenarnya yang paling berjasa dalam membebaskan Irian Barat dari kolonialis Belanda adalah orang Papua sendiri. Sehingga seharusnya hal tersebut diekspose semaksimal mungkin dengan mengganti nama-nama satuan militer, pangkalan militer, alutsista, dll. Sehingga generasi saat ini menyadari bahwa orang Papua sendiri yang pada tahun 60-an berjuang untuk bisa bergabung dengan saudara-saudaranya sebangsa dan setanah air Indonesia. 

8. Sejarah mengajarkan kepada kita bahwa perjuangan merebut Papua yang dilaksanakan oleh pejuang pendahulu kita adalah melalui “perang opini” (pus, propaganda dan diplomasi), sehingga tugas ini dapat dilanjutkan oleh generasi penerus dan para prajurit TNI pada saat ini dan tetap menjaga Papua dalam bingkai NKRI.


Sumber: Buku Sejarah Papua
Museum Sarwo Edhie
Perpustakaan A. Dimara

Minggu, 16 Februari 2014

PENGABDIAN PRAJURIT TNI SEBAGAI GURU DI PEDALAMAN PAPUA

Prajurit TNI menjadi guru (red)

Berita prajurit TNI mengamankan daerah perbatasan dan pulau terluar dari ancaman adalah hal yang biasa kita dengar. Namun, pengabdian prajurit TNI menjadi seorang tenaga pendidik di wilayah-wilayah pedalaman merupakan hal yang luar biasa. Betapa tidak, sekolah-sekolah di pedalaman Papua yang minim tenaga pendidik tentu menjadi suatu tantangan tersendiri bagi pemerintah. Banyak guru yang dipersiapkan dan ditempatkan di pedalaman Papua memilih untuk tidak melanjutkan pengabdiannya dengan berbagai alasan yang tentu bisa kita tebak.

Menyikapi hal tersebut, sebanyak 296 prajurit TNI Kodam XVII/Cenderawasih menerima sertifikat mengajar dari Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Papua. Mereka dipersiapkan untuk mengabdikan dirinya sebagai guru di pedalaman-pedalaman Papua.

Sertifikat diberikan karena ratusan prajurit ini telah melewati pelatihan selama 3 minggu dari Fakultas Ilmu Keguruan dan Pendidikan Universitas Cenderawasih. Mereka akan bertugas sebagai guru untuk membantu kekurangan tenaga guru di Papua.

Kepala Bidang Mutu Pendidikan Dikpora Papua Marthen Puisi mengatakan, para prajurit akan membantu proses belajar mengajar, khususnya di pedalaman Papua.

"Provinsi Papua sangat terbantu dengan para prajurit ini yang secara sukarela menjadi guru. Semoga dengan bantuan para prajurit tersebut, Indeks Pembangunan Manusia dapat meningkat," kata Marthen usai penyerahan sertifikat pengajar kepada ratusan prajurit di Lapangan Resimen Induk Daerah Militer XVII/Cenderawasih, Sabtu (15/2/2014).

Dia menjelaskan, kekurangan tenaga guru hampir terjadi di 29 kabupaten/kota di Papua. Hal itu lantaran sejumlah guru hengkang dari tempatnya bertugas lantaran minimnya fasilitas.

"Biasanya para pengajar di pedalaman meninggalkan tempat tugasnya karena sarana transportasi yang terbatas dan minim fasilitas pendukung, di antaranya perumahan guru dan fasilitas lainnya," ujar Marthen.

Panglima Kodam Cenderawasih Mayjen TNI Christian Zebua mengatakan, selain dibekali ilmu mengajar, prajurit TNI juga bakal diberikan pengetahuan atau keahlian lain, seperti bidang kesehatan, pertanian, dan perkebunan.

"Selain tenaga guru ini, kami juga akan mengerahkan sejumlah prajurit untuk ditempatkan pada bidang kesehatan, pertanian, perkebunan, perikanan dan keagamaan," ujar Pangdam. (red)

also read:

Minggu, 09 Februari 2014

MUNISI OPM DARI TNI/POLRI?

munisi (red)

Gubernur Papua, Lukas Enembe menuduh aparat keamanan dan militer di Papua telah menjual munisi kepada warga Papua. Menurutnya, para pelaku penembakan atau baku tembak dengan aparat keamanan di Papua seakan tak pernah kehabisan peluru. Pernyataan adanya dugaan anggota TNI-Polri yang memperjualbelikan munisi dan senjata oleh Gubernur Papua disampaikan saat melaksanakan pertemuan dengan anggota DPR pada Kamis (6/2) di Senayan, Jakarta.

Senada dengan Gubernur, anggota Komisi I DPR RI asal Papua, Yoris Raweyai, menyebutkan pula bahwa ada aparat keamanan di Papua menjual peluru kepada warga. Menurutnya, aparat keamanan yang datang ke Papua, selalu datang membawa peluru penuh tapi pulangnya tak ada peluru yang tersisa.

Pihak TNI membantah tudingan adanya anggota yang saat ini terlibat dalam kegiatan jual beli senjata dan munisi di wilayah Papua. Hal ini disampaikan oleh Kapendam, Kol Inf Lismer. Kapendam menyatakan bahwa pengawasan penggunanan senjata dan munisi di lingkungan TNI sangat ketat.

“Prosedur penggunaan serta mengeluarkan munisi dan senjata di Kodam sangat ketat dengan pengawasan yang berlapis. TNI dalam melaksanakan tugas pengamanan perbatasan melengkapi dirinya dengan senjata dan munisi, namun penggunaannya sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan," ujar Kapendam. 

Masih menurut Kapendam bahwa TNI adalah prajurit yang dilatih, dididik, dan disiapkan secara profesional untuk mengawal dan mengamankan NKRI dari berbagai bentuk ancaman, baik yang datang dari dalam negeri maupun luar negeri, jadi dalam bertugas di lapangan prajurit selalu mentaati aturan yang ada secara profesional, termasuk dalam penggunaan munisi dan senjata.

“Bila ada oknum prajurit Kodam yang terbukti menyalahgunakan atau memperjualbelikan senjata dan munisi maka akan dihukum dengan ancaman hukuman yang berat dari kurungan sampai dengan hukuman pemecatan”, pungkas Kapendam.

Senada dengan TNI, pihak Kepolisian Daerah (Polda) Papua juga membantah bahwa ada anggotanya yang menjual munisi senjata api kepada masyarakat lokal. 

"Kalau ada, itu berarti itu oknum. Kalau polisi menjual peluru itu ya nggak ada," kata Kabid Humas Polda Papua, AKBP Sulistyo Pudjo Hartono. Sulistyo Pudjo mengaku heran dengan informasi tersebut. Menurutnya hingga kini Polda Papua belum menerima laporan tentang adanya anggota polisi yang menjual munisi senjata api kepada masyarakat.

"Itu namanya persepsi, kalau ada yang menjual itu oknum. Saya juga enggak tahu Pak Lukas ini mendapat info dari siapa. Kalaupun itu ada, namanya pelanggaran kode etik dan harus ditindak tegas," ujarnya.

Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin tak percaya dengan statement Gubernur Papua, Lukas Enembe, yang mengatakan bahwa personel TNI-Polri kerap menjual munisi ke warga Papua. Menurut Hasanuddin, kelompok bersenjata Papua atau Organisasi Papua Merdeka (OPM) menggunakan senjata lama atau senjata tua.

"Kalau saya tak percaya TNI menjual peluru ke gerombolan OPM. Senjata yang digunakan OPM adalah senjata tua jenis LE, SP 1 dan Steyer. Senjata-senjata itu sudah tidak dipakai lagi oleh TNI yang bertugas di sana," ujar TB Hasanuddin di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.

Demikian pula Ketua Komisi III DPR, Pieter Zulkifli, angkat bicara soal tudingan Gubernur Papua tersebut. Pieter meminta agar tudingan ini dapat dibuktikan dengan data-data yang valid sehingga bisa diselesaikan.

Kendati begitu, Pieter belum dapat bersikap apa-apa tentang hal ini, sebab ucapan Lukas Enembe belum dapat dibuktikan secara hukum.  (red)






Minggu, 02 Februari 2014

PATROLI GABUNGAN TNI-POLRI GAGALKAN LATIHAN MILITER GSP/B DAN AMANKAN 18 PUCUK SENJATA


Yapen - Patroli gabungan TNI-POLRI berhasil menggagalkan kegiatan latihan militer Gerakan Separatis Papua / Bersenjata (GSP/B) di wilayah Yapen Barat, Kabupaten Kepulauan Yapen, pimpinan Fernando Warobai pada 01/02/2014 di Kampung Sasawa, Distrik Kosiwo, Kabupaten Kepulauan Yapen.

Setelah mendapat informasi bahwa di Kampung Sasawa Distrik Yapen Barat telah berlangsung latihan militer yang dilakukan oleh kelompok GSP/B wilayah Yapen Barat, maka aparat gabungan TNI-POLRI melaksanakan patroli gabungan untuk melakukan penyergapan. Patroli gabungan dipimpin langsung oleh Dandim 1709/YW, Letkol Inf Dedi Iswanto, dan Kapolres Kepulauan Yapen, AKBP Anwar Narsim.

Setelah tiba di perbatasan Kp. Mariarotu dan Kp. Kanawa tepatnya di sungai Semboi, tim patroli gabungan TNI-POLRI mendapat gangguan tembakan, dan selanjutnya terjadi kontak tembak yang menyebabkan kelompok GSP/B mundur ke arah pantai. Setelah keadaan dapat dikuasai oleh tim patroli gabungan TNI-POLRI, selanjutnya patroli gabungan melakukan penyisiran dan ditemukan gapura bertuliskan “ Anda memasuki Sonah Merah “, serta satu buah bendera Bintang Kejora. Setelah sampai di kawasan Kp. Sasawa, tim melakukan penyisiran di tepi pantai dengan menggunakan speed boat, namun tiba-tiba mendapat gangguan tembakan kembali dari kelompok GSP/B dan terjadi kontak tembak yang mengakibatkan Praka Nur Hasim, anggota Kodim 1709/YW luka ringan (lecet/goresan di pinggang kanan bagian belakang) dan Aipda Robert anggota Polres Yapen luka tembak di paha kanan luar, serta satu orang masyarakat sipil sebagai motoris speed boat luka lecet. 

Setelah kontak tembak dengan kelompok GSP/B tersebut, mereka melarikan diri dan selanjutnya tim patroli gabungan TNI-POLRI melaksanakan pembersihan. Dari hasil pembersihan tersebut didapatkan hasil 1 orang anggota GSP/B tewas di tempat atas nama Yohasua Arampayai, serta senjata rakitan laras panjang 15 pucuk, pistol rakitan 3 Pucuk beserta puluhan munisi, bendera bintang kejora 2 lembar, pakaian loreng 22 buah, dokumen kegiatan konsolidasi, struktur TNP/B dan Konferensi I standarisasi Pertahanan Nasional, serta 10 (sepuluh) orang anggota GSP/B ditangkap dan diamankan untuk selanjutnya dibawa ke Polres Kepulauan Yapen menjalani pemeriksaan.

Korban yang terkena luka ringan akibat tembakan dirawat di KSA Kodim 1709/YW dan sampai saat ini kondisinya baik sedangkan korban tewas dari kelompok GSP/B dievakuasi menuju RSUD Kabupaten Serui. (red)


Sejumlah barang bukti yang diamankan di Polres Kepulauan Yapen.  (Foto: Willy/SULPA)
Sejumlah barang bukti yang diperoleh tim gabungan TNI-POLRI

munisi dan bendera bintang kejora