PAPUA INDAH DAN DAMAI

Menyuarakan kedamaian dan keindahan bumi Papua untuk bangsa ini...

Halaman

Rabu, 20 Agustus 2014

PRESTASI TOKOH PAPUA


Nicholas Jouwe
Nicolaas Jouwee
Di antara jajaran 55 para penerima tanda kehormatan Bintang Mahaputera dan Bintang Jasa di Istana Negara, Rabu (13/8), terdapat salah satu pendiri Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang telah kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi, yaitu Nicolaas Jouwe.

Tanda Kehormatan ini diberikan setiap tahun kepada mereka yang telah berjasa kepada bangsa dan negara sebagai bagian dari rangkaian agenda memperingati hari kemerdekaan 17 Agustus.

Meski menggunakan kursi roda, lelaki yang dikenal sebagai pencipta bendera kebesaran OPM, Bintang Kejora, tampak khidmat mengikuti upacara penganugerahan tersebut.

Lagu kebangsaan Indonesia Raya yang berkumandang di Istana Negara, menambah khidmat upacara.

Nicolaas Jouwe tidak sendiri, ada dua teman-teman seperjuangnnya yang juga mantan OPM turut menerima tanda penghargaan Bintang Jasa Nararya di Istana Negara tersebut. Nicholas Simion Messet dan Frans Albert Yoku, yang kini menyerukan perdamaian dan rekonsiliasi di Papua dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Penghargaan ini luar biasa,” kata Nicolaas Jouwe yang kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi pada tahun 2010 lalu.

Jouwe terlahir di Jayapura pada 24 November 1923. Dikutip dari Wikipedia, ia menjadi politisi Papua yang terpilih sebagai wakil presiden dari Dewan Nugini yang mengatur koloni Belanda, Nugini Belanda kala itu.

Setelah koloni tersebut diserahkan ke UNTEA pada Oktober 1962 dan enam bulan kemudian diserahkan ke Indonesia, Jouwe meninggalkan Papua dan pergi ke Belanda. Namun pada 2010, Jouwe memutuskan kembali ke Indonesia dan bergabung kembali dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar kala itu menyerahkan secara langsung Surat Keputusan (SK) Kewarganegaraan Indonesia Nicolaas Jouwe, Gedung Negara yang dihadiri Menko Kesra Agung Laksono, pada 15 Mei 2010.

“Di Papua kami dibodohi oleh Belanda. Selama 120 tahun rakyat Papua kita tidak boleh sekolah, tidak boleh belajar. Kami beruntung karena Tuhan melindungi kami, sehingga Indonesia datang,” katanya seusai menerima tanda kehormatan di Istana Negara, Rabu, saat menyatakan alasannya kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.

Nicolaas Jouwe kini telah berusia 90 tahun lebih. Pendengarannya tidak begitu sempurna. Dengan alat bantu pendengaran, Jouwe masih dapat mendengarkan meskipun butuh suara yang lebih keras dari biasanya.

Namun meski usia tidak lagi muda, semangat dan daya ingat Nicolaas Jouwe masih mumpuni.

Ia bercerita, dirinya mendengarkan hampir seluruh pidato Pendiri Bangsa dan Presiden Pertama Indonesia Soekarno.

Pidato Bung Karno di Markas Besar PBB, Amerika Serikat, mampu menggugah dirinya. Ia pun bercerita, dirinya satu-satunya delegasi dari Belanda yang berdiri saat Pidato Bung Karno usai.

“Tak terasa air mata saya meleleh,” katanya mengenang masa itu.

Ia kemudian menegaskan kembali bahwa Papua merupakan bagian integral Indonesia. Bersama-sama dengan daerah lainnya bergerak membangun menjadi masyarakat yang sejahtera.

“Papua maju, Papua mundur sama-sama dengan Indonesia. Kita ini satu, satu waktu dunia akan melihat,” katanya.

Sejak kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi pada 2010, Nicolaas Jouwe tak henti-hentinya menegaskan dan mengkampanyekan Papua merupakan bagian integral dari Indonesia yang tak terpisahkan. Ia pun juga meminta OPM untuk turun gunung bergabung dalam NKRI.

Indonesia dinilai bisa mewujudkan mimpi-mimpi Papua yang cerdas, maju dan sejahtera bersama daerah-daerah lainnya.

“Selama 120 tahun, oleh Belanda kita hidup di zaman batu, dijajah, ditindas, karena Belanda tahu, Papua kaya,” katanya.

Ia menilai, mereka yang ada di hutan-hutan mengangkat senjata saat ini tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Menurut dia OPM saat ini tidak relevan.

Kini kesempatan membangun Papua itu ada. Kedua belah pihak, baik pemerintah pusat maupun daerah harus bersatu padu untuk menyejahterakan rakyat Papua.

Namun demikian ia masih punya satu keinginan, yaitu mengunjungi daerah-daerah di Indonesia selain Jawa.

“Indonesia bukan hanya Jawa, saya ingin keliling,” katanya. Satu-satunya tempat luar Jawa yang pernah ia kunjungi adalah Balikpapan, saat ia mendengarkan pidato Bung Karno secara langsung. (red)

0 komentar:

Posting Komentar