Pada saat bala tentara Jepang mulai berhasil dipukul mundur oleh tentara Amerika pada tahun 1944 maka Jenderal Douglas Mac Arthur mendirikan markas besarnya di Sentani, Papua. Bahkan selama berada di Papua Jenderal Douglas Mac Arthur membangun pangkalan Angkatan Udara yang mana fasilitas itu hingga kini masih digunakan sebagai airport terbesar di Provinsi Papua.
|
Monumen Mac. Arthur |
|
pendaratan pasukan pimpinan Mac Arthur |
Ketika bala tentara Jepang berhasil dikalahkan pada tanggal 13 Agustus 1945 selanjutnya mereka lalu dilucuti oleh tentara sekutu dan NICA (Netherland Indische Company Administration). Akan tetapi ketika Belanda ingin menjajah lagi, Indonesia kemudian menyatakan diri telah merdeka dan menjadi negara berdaulat.
Melalui perjuangan politik dan bersenjata akhirnya pada tanggal 27 Desember 1949 Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia yang meliputi bekas jajahan Hindia-Belanda (kecuali Papua Barat), dengan catatan bahwa dalam setahun sejak penyerahan kedaulatan akan dibicarakan tentang penyerahan Papua Barat antar RI dan Belanda.
Karena sampai hampir setahun lebih Belanda tidak pernah memperlihatkan niat baiknya untuk mengembalikan Papua sesuai dengan yang dijanjikannya dalam KMB (Konferensi Meja Bundar) di Denhaag, maka presiden Soekarno mulai melakukan lobi internasional.
Pada tahun 1957 Presiden Soekarno mulai mendesak PBB agar menekan Belanda untuk mengembalikan Niuw Guinea atau West Papua kepada Indonesia. Pendekatan yang digunakan oleh Soekarno yaitu bangsa Papua adalah juga masyarakat Indonesia seperti saudara-saudaranya di Maluku Utara.
Sejak 1954 – 1957 pemerintah Indonesia memasukan masalah Papua Barat ke sidang umum PBB namun tidak ada tindakan konkrit yang diambil PBB. Bahkan Belanda malah memasukkan Papua Barat menjadi salah satu provinsinya dengan sebutan Nedherlans Nieuw Guinea, sehingga Perdana Meteri Ali Sastrowardoyo membentuk pemerintahan kontra yang bernama pemerintahan Irian Barat Soa Siu yang meliputi Tidore sampai Irian Barat.
Sebagai upaya propaganda kepada masyarakat Papua pada tanggal 17 Agustus 1956 kabinet Ali II membentuk pemerintahan Irian Barat di Soa Siu Maluku Utara (nama “Soa Siu” kemudian diadopsi jadi nama kantor Gubernur Provinsi Papua di jalan dok-2 Jayapura )
Menyambut pembentukan Provinsi Irian Barat di Soa Siu, TNI lalu mendirikan pemancar radio gerilya di pulau tersebut guna melancarkan propaganda kepada masyarakat Papua tentang pembentukan Provinsi tersebut.
Di samping itu Indonesia kemudian juga giat menginfiltrasikan para gerilyawan untuk memasuki wilayah Papua Barat yang masih dikuasai oleh Belanda, walaupun upaya tersebut sering menemui kegagalan dan kerugian.
Presiden Soekarno lalu memerintahkan KSAP (Kepala Staf Angkatan Perang) Jenderal AH. Nasution untuk menyiapkan mobilisasi umum APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia) untuk merebut Papua Barat / West Papua.
Sejak itu mobilisasi besar-besaran mulai dilaksanakan oleh ADRI, ALRI, AURI dan POLRI, termasuk mencari dukugan kepada blok timur (Pakta Warsawa) dan juga kepada blok barat (NATO). Seakan tidak mau kalah dengan intimidasi Republik Indonesia, maka Belanda kemudian menyiapkan cadangan strategis angkatan lautnya, termasuk di antaranya adalah mengerahkan kapal induk Hr. Ms Karel Doorman dan sejumlah kapal jenis destroyer di Papua Barat.
Pada tahun 1960 pemerintah Belanda di bawah Perdana Menteri, Joseph Luns, menyadari bahwa mereka semakin terdesak oleh tekanan dari pemerintah Republik Indonesia di bawah kepemimpinan Soekarno untuk segera mengembalikan Papua kepada Republik Indonesia.
Belanda lalu membuat negara boneka yang diberi nama “West Papua atau Papua Barat” dengan lagu kebangsaaan “Hai Tanahku Papua” dan dengan lambang negaranya yaitu “Burung Mambruk” serta nama bangsa adalah “Papua”
Pada tanggal 1 Desember 1961, bendera Bintang Kejora tersebut lalu dikibarkan sejajar dengan bendera Belanda, dan lagu Hai Tanahku Papua dinyanyikan bersamaan dalam peristiwa tersebut (namun dokumentasi tentang peristiwa pengibaran bendera bintang kejora dengan diiringi oleh menyanyikan lagu Hai Tanahku Papua tidak pernah ditemukan).
Bersamaan dengan itu Belanda juga membentuk Batalyon sukarela Papua yang berkedudukan di Arfiai Manokwari dengan kantor Mayon menggunakan barak Marinir Belanda (di kemudian hari batalyon ini menjadi cikal bakal dari munculnya TPN-OPM).
Menjawab semua langkah politik Belanda tersebut presiden Soekarno lalu menjawab dengan mencetuskan Trikora (Tri Komando Rakyat) pada tanggal 19 Desember 1961 di Yogyakarta, yang isinya sbb :
1) Gagalkan pembentukan negara Papua buatan Belanda kolonial.
2) Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat tanah air Indonesia.
3) Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa.
Perselisihan antara RI dan Belanda terus memuncak sehingga presiden John F. Kennedy mengirim surat kepada PM Belanda Joseph Luns untuk menerima perundingan dengan RI. Katanya, jika gagal perundingan akan terjadi perang dan Belanda tidak mungkin memenangkan perang itu, sehingga komunis (Uni Sovyet dan sekutunya) yang akan mendapat angin di Asia Tenggara
Belanda menolak dan menuduh Amerika tidak setia kawan serta mengingkari janjinya untuk membantu. Belanda lalu mencari dukungan kepada Inggris, akan tetapi Inggris pun menasehati untuk terus berunding. Sehingga untuk menekan Belanda agar mau berunding maka presiden Soekarno lalu membentuk operasi mandala dengan mengangkat Mayjen Soeharto sebagai Panglimanya, Kolonel Laut Sudomo sebagai Wapang, Kolonel Udara Watimena sebagai Wapang, dan Kolonel Achmad Tahir sebagai Kasgab.
Untuk memaksa Belanda memasuki meja perundingan, Panglima Mandala Mayjen Soeharto lalu menginfiltrasikan pasukan-pasukan gerilya RPKAD, ALRI, dan Polri menyusup ke wilayah Papua Barat. Infiltrasi dilakukan dengan cara menerjunkan mereka di tengah hutan atau menyusupkan mereka melalui kapal laut.
Panglima mandala juga menginfltrasikan pasukan DPC (Detasemen Pasukan Chusus) yang disusupkan dengann kapal selam ke Hollandia (sekarang Jayapura) sebagai ibu kota Nieuw Guinea (sekarang provinsi Papua). Di mana pasukan “DPC” yang dilatih Benny Moerdani ini kelak menjadi cikal bakal satuan Sandi Yudha Kopassus pada saat ini.
Puncak konfrontasi antar kekuatan militer Belanda dan Indonesia adalah kejadian pertempuran laut di wilayah laut Arafuru, di mana tiga MBT (Motor Boat Tjepat) yang akan melakukan infiltrasi disergap oleh sebuah kapal perusak angkatan laut Belanda. Dalam pertempuran laut tersebut Comodor Laut Yos Sudarso gugur sebagai pahlawan bersama tenggelamnya Motor Boat Tjepat (MBT) yang dinahkodainya
Agar tidak terjadi perang terbuka maka presiden Amerika Serikat Jhon F. Kennedy kemudian menulis surat dan mengutus adiknya Robert Kennedy untuk bertemu langsung (guna menekan) Perdana Menteri Belanda Joseph Luns agar menerima perundingan dengan pemerintah RI terkait masalah Nieuw Guinea.
Trikora merupakan momentum politik yang penting, sebab dengan Trikora maka pemerintah Belanda dipaksa untuk menandatangani perjanjian PBB yang dikenal dengan perjanjian New York (New York Agreement) pada tanggal 15 agustus 1962 mengenai West Papua
Supaya pemerintah Belanda tidak malu maka penyerahan Nieuw Guinea kepada Indonesia dilakukan melalui penyerahan tanggung jawab administrasi pemerintahan wilayah tersebut kepada Untea pada tanggal 1 mei 1962
Untea hanya 8 bulan berada di Papua dan pada tanggal 1 Mei 1963 pemerintah Indonesia lalu menggambil alih wilayah tersebut dan mengganti namanya menjadi Irian Jaya.
|
Mendagri Amir Machmud dan wakil Untea Ortiz Sanz ketika mengesahkan hasil Pepera
|
Menurut pasal XVIII perjanjian New York (Indonesia-Belanda) tahun 1962, menurut ketentuan rinci mengenai pelaksanaan hal penentuan nasib sendiri (Act Of Free Choice) yang diatur untuk dibuat oleh Indonesia dengan “nasehat, bantuan dan partisipasi” PBB yang meliputi 4 butir, sebagai berikut :
1) Konsultasi atau musyawarah dengan 9 dewan perwakilan mengenai prosedur dan cara-cara untuk mengetahui kebebasan pernyataan kehendak rakyat.
2) Dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh persetujuan tersebut, ditentukanlah tanggal yang pasti untuk pelaksanaan Act of Free Choice.
3) Suatu formulasi yang jelas sehinga penduduk menentukan apakah mereka ingin tetap bergabung dengan Indonesia atau memutuskan hubunagn mereka dengan Indonesia.
4) Suatu jaminan bagi semua penduduk pribumi untuk ikut memilih dalam rangka penentuan nasib sendiri yang akan dilaksanakan sesuai dengan praktek internasional.
Guna merebut simpati masyarakat Papua dan untuk menjaga suksesnya pelaksanaan Papera (Act of Free Choice) maka pasukan elit RPKAD diterjunkan ke dalam suku-suku terasing di wilayah pedalaman Papua
Dalam pelaksanaan tugasnya di lapangan beberapa anggota RPKAD bahkan menjadi korban pembantaian dari suku-suku terasing yang berhasil diprovokasi oleh OPM.
Dikarenakan letak pemukiman masyarakat Papua yang pada saat itu masih banyak berada di daerah-daerah terisolasi dan ditambah situasi Sumber Daya Manusia yang pada saat itu belum banyak mengenal kemampuan baca tulis, sehinga pelaksanaan Papera (Act of Free Choice) di beberapa daerah dilakukan dengan cara melakukan pemungutan suara yang diwakili oleh beberapa orang kepala suku.
Sejak Oktober 1962 bendera PBB berkibar berdampingan dengan Sang Merah Putih, namun pada tanggal 1 Mei 1963 bendera PBB diturunkan dan Sang Merah Putih tetap berkibar di Papua sampai hari ini.
Kesimpulan
1. Bendera bintang kejora, lambang burung mambruk, TPN OPM adalah buatan Belanda dan disahkan oleh Belanda
2. Negara boneka Nieuw Guinea atau Papua Barat adalah negara boneka bentukan Belanda yang dijadikan “bom waktu” guna tetap menjadikan konflik berkepanjangan ketika Papua bergabung dengann NKRI hingga hari ini.
3. Bendara bintang kejora, lagu hai tanahku papua dan lambang burung mambruk bukanlah simbol-simbol daerah kebanggaan Papua (seperti yang pernah dikatakan oleh Theys Hiyo Elluay dan dibenarkan oleh Gus Dur), tetapi semua itu hanyalah simbol-simbol ciptaan Belanda yang diresmikan oleh gubernur Nieuw Guinea Belanda pada tanggal 20 November 1961 guna memprovokasi masyarakat Papua agar tidak mau bergabung dengan NKRI.
4. Integrasi Papua Barat / Irian Barat telah final dengan adanya resolusi PBB yang dicetuskan dalam New York Agreement
5. Pelaksanaan Act of Free Choice / Papera (Penentuan Pendapat Rakyat) tidak dapat dilaksanakan “One Man One Vote” dikarenakan letak pemukiman masyarakat Papua yang pada saat itu masih banyak berada di daerah-daerah terisolasi dan ditambah situasi Sumber Daya Manusia yang pada saat itu belum banyak mengenal kemampuan baca tulis, sehinga pelaksanaan Papera (Act of Free Choice) di beberapa daerah dilakukan dengan cara melakukan pemungutan suara yang diwakili oleh beberapa orang kepala suku.
6. Jelas bahwa persetujuan New York sebagai dasar hukum internasional pelaksanaan penentuan nasib sendiri, tidak menyebutkan diberlakukannya prinsip satu orang satu suara atau “ One Man One Vote” dalam Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) di Irian. Persetujuan New York juga telah dibuat sedemikian rupa guna menjamin tranparasi pelaksanaan penentuan nasib sendiri dengan memasukan unsur nasehat, bantuan, dan partisipasi PBB serta pelaporan PBB kepada masyarakat internasional melaui Majelis Umum PBB.
7. Sebenarnya yang paling berjasa dalam membebaskan Irian Barat dari kolonialis Belanda adalah orang Papua sendiri. Sehingga seharusnya hal tersebut diekspose semaksimal mungkin dengan mengganti nama-nama satuan militer, pangkalan militer, alutsista, dll. Sehingga generasi saat ini menyadari bahwa orang Papua sendiri yang pada tahun 60-an berjuang untuk bisa bergabung dengan saudara-saudaranya sebangsa dan setanah air Indonesia.
8. Sejarah mengajarkan kepada kita bahwa perjuangan merebut Papua yang dilaksanakan oleh pejuang pendahulu kita adalah melalui “perang opini” (pus, propaganda dan diplomasi), sehingga tugas ini dapat dilanjutkan oleh generasi penerus dan para prajurit TNI pada saat ini dan tetap menjaga Papua dalam bingkai NKRI.
Sumber: Buku Sejarah Papua
Museum Sarwo Edhie
Perpustakaan A. Dimara